Dikutip dari pemberitaan hukum online. Buron pembobol dana nasabah di Bali diduga berada di Hongkong. Ada salah satu buron berkewarganegaraan Bulgaria.
Tim Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri beserta sejumlah Polda, sampai saat ini sudah berhasil menangkap 37 tersangka pelaku pembobolan dana nasabah bank. Dari keseluruhan tersangka yang ditangkap, ternyata tidak semuanya menggunakan modus yang sama. Ada yang menggunakan skimmer beserta kamera pengintip di ATM dan EDC untuk mengambil data kartu nasabah, ada yang menggunakan EDC untuk me-mark up transaksi dana nasabah, dan ada yang menggunakan penjepit kartu untuk mengesankan seolah-olah ATM nasabah tertelan.
Berbagai modus itu, kata Kadiv Humas Mabes Polri Edward Aritonang, terjadi di beberapa daerah seperti Bali, Jakarta, Samarinda (Kalimantan Timur), Yogyakarta, dan Pontianak (5/2). Untuk di Bali, pelaku melakukan pembobolan dana nasabah melalui ATM. Dari data yang diungkapkan Mabes Polri beberapa waktu lalu, terdeteksi 32 ATM yang dipasangi skimmer. Dengan adanya skimmer itu, data yang ada dalam kartu nasabah akan terekam, sehingga dapat dibuat kartu duplikasinya. Kartu duplikat ini digunakan pelaku untuk menarik uang nasabah melalui ATM. Akibat penarikan –dalam rentang waktu 16-19 Januari 2010- yang nilainya ditaksir hingga Rp5 miliar itu, 46 nasabah dari berbagai bank, seperti BCA, Mandiri, Permata, BNI, dan BRI di Bali melaporkan uang di rekeningnya raib secara tiba-tiba.
Atas laporan-laporan tersebut, tim yang bekerja sama dengan Polda setempat, serta pihak bank langsung melakukan penyelidikan. Yang mana, dari hasil penyelidikan, diidentifikasi ada 12 tersangka untuk kasus pembobolan dana nasabah di Bali. Namun, baru tiga tersangka atas nama Roby Sugihartono, Suhadi Lumanto alias Max, dan satu orang lagi berinisial SG yang ditangkap. Sementara, sembilan tersangka lainnya masih dalam pengejaran dan sudah dimasukan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Dari sembilan DPO itu, empat diantaranya sempat melarikan diri ke luar negeri. Dan salah satunya adalah warga negara Bulgaria berinisial M.
Untuk keterlibatan warga negara asing (WNA) ini, Edward mengatakan tim masih melakukan pengembangan. Pasalnya, belum diketahui, apakah dengan adanya warga negara asing (WNA) dalam sindikat, mengindikasikan ada keterlibatan sindikat internasional atau tidak. Siapa tahu, WNA itu hanya kebetulan bergabung dalam sindikat pembobol dana nasabah yang ada di Indonesia, “atau malah dia (WNA) yang membawa ilmunya,” kata jenderal bintang dua ini.
Tentunya, untuk mengetahui hal ini tim akan melakukan penelusuran. Namun, yang pasti Direktur II Eksus Raja Erizman mengatakan pihak kepolisian sudah memintakan cekal dan mengirimkan red notice kepada Interpol. Kemudian, salah satu negara yang diduga sebagai tempat pelarian para DPO adalah Hongkong. “Untuk yang di luar negeri, kita sudah ajukan red notice ke Interpol. Dari Interpol tentunya akan dikirimkan ke semua anggota Interpol. (Untuk indikasi tempat pelarian) Mungkin yang lebih familiar ke Hongkong,” ujarnya.
Meski demikian, menurut Raja, sampai saat ini belum ada indikasi keterlibatan orang dalam bank untuk kasus yang di Bali. Berbeda dengan kasus yang di Jakarta. Dari hasil penyelidikan tim, teridentifikasi sembilan orang tersangka. Namun, baru enam tersangka –termasuk Fransiscus Januarta- saja yang ditangkap dan ditahan, sisanya dinyatakan buron. Dari keenam tersangka, dua diantaranya adalah orang dalam bank, yakni Arief Syaifullah (karyawan BCA bagian credit center) dan Andre Setiawan (Credit Policy Manager Bank Danamon). Pihak BCA di sejumlah media sudah membenarkan kalau ada salah seorang karyawannya yang ditangkap di Bandung. Sedangkan, pihak Danamon, dari pemberitaan beberapa media membantah penangkapan itu dengan alasan tidak ada karyawannya yang bernama Andre Setiawan. Padahal, apabila ditelusuri, ada sebuah situs yang menampilkan profil Andre Setiawan. Dimana, dalam profil tersebut, orang yang bernama Andre Setiawan itu mengaku saat ini bekerja sebagai Credit Policy Manager di Bank Danamon.
Entah profil itu benar atau bohong, yang pasti tim dibantu seluruh jajaran Polda berkomitmen akan mengungkap kasus pembobolan dana nasabah ini sampai tuntas. Karena, Edward menambahkan, yang dipertaruhkan di sini adalah kepercayaan nasabah untuk bertransaksi melalui sistem perbankan. “Direktorat II dan Polda masih bekerja keras untuk mengungkap. Agar (ke depannya) tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban pembobolan rekening. Kita janji untuk menuntaskan agar masyarakat tidak perlu khawatir menggunakan sistem perbankan”.
Sejumlah bank berminat
Selain berupaya mengungkap tuntas kasus pembobolan dana nasabah ini, Bareskrim juga memberikan masukan kepada otoritas perbankan untuk perbaikan sistem pengamanan ATM. Dahulu, metode yang disarankan ada dua, yakni sistem pengamanan berbasis chip dan biometric fingerprint (sidik jari). Namun, karena kemungkinan untuk diduplikasinya kecil, metode berbasis biometric fingerprint ini lebih disarankan. Untuk membuktikan hal itu, Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS) telah mendemonstrasikan cara kerja ATM yang dipasangi live fingerprint scanner -alat untuk mendeteksi sidik jari orang hidup.
Namun, upaya tersebut, kata Raja, masih masuk dalam tahap penjajakan. Belum ada otoritas perbankan yang menyatakan sepakat untuk menggunakan metode pengamanan ATM seperti itu. “Karena, kalau (bicara perbaikan) sistem itu kan biayanya besar, sistem berubah, dan harus ganti mesin keseluruhan. Kalaupun sistem tidak diganti, mesinnya kan harus diganti, mungkin juga ada penambahan program atau tidak. Makanya, yang menjadi kendala (dari otoritas perbankan) adalah masalah pembiayaan”.
Walau begitu, Raja mengaku, sudah ada beberapa bank yang berminat dengan metode ini. Namun, masih sekedar berminat saja. Belum ada pembicaraan lebih lanjut mengenai apakah bank-bank tersebut akan menerapkannya atau tidak. Seperti diketahui, otoritas perbankan dan Bank Indonesia (BI) sempat menyatakan keberatan dengan metode berbasis biometric fingerprint ini. Karena, selain biaya (cost) yang harus dikeluarkan tentunya tidak sedikit, Direktur Pengawasan III Bank Indonesia mengatakan biaya tersebut nantinya (juga) akan ditanggung oleh nasabah. Oleh sebab itu, nampaknya BI tidak akan tergesa-gesa menetapkan kebijakan.
Sementara, kalau dari kepolisian sendiri, Raja menambahkan, “kita cuma menganjurkan menggunakan sistem yang lebih safety. Kita anggap sistem yang ada sekarang ini ada banyak kelemahan. Tentu (dengan adanya kasus ini) harus ada peningkatan-peningkatan sistem pengamanan”.
Sumber: Hukum Online
0 komentar:
Posting Komentar