Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Pasal 33 secara khusus menyerukan organisasi dunia itu untuk membantu penyelesaian sengketa internasional melalui cara-cara damai. Baik melalui badan arbitrase maupun organ PBB sendiri yaitu Mahkamah Internasional.
1). Arbitrase internasional publik
Arbitrase adalah salah satu cara atau alternatif penyelesaian sengketa yang telah dikenal sejak lama dalam hukum internasional. Namun demikian sampai sekarang belum ada batasan atau definisi resmi mengenai arbitrase. Sarjana Amerika Latin Podesta Costa dan Ruda mendeskripsikannya sebagai berikut :
Arbitration is the resolution of international dispute through the submission, by formal agreement of the parties, to the decision of a third party who would be one or several persons by means of contentious proceeding from which the result of definitive judgement is derived.
Sedangkan sarjana Jerman Schlochhauer, mendefinisikan arbitrase secara sempit., yaitu : Arbitration is the process of resolving disputes between states by means of an arbitral tribunal appointed by the parties. Arbitrase menurut Komisi Hukum Internasional (International Law Commission) adalah a procedure for the settlement of disputes between states by binding award on the basis of law and as a result of an undertaking voluntarily accepted. Sedangkan menurut Huala Adolf, arbitrase adalah suatu alternatif penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (badan arbitrase) yang ditunjuk dan disepakati para pihak (negara) secara sukarela untuk memutus sengketa yang bukan bersifat perdata dan putusannya bersifat final dan mengikat.
Apabila timbul suatu sengketa di mana dua negara menghendaki untuk mengajukannya kepada arbitrase, maka akan berlaku prosedur, yaitu: setiap negara menunjuk dua orang arbitrator, salah seorang diantaranya boleh warga negaranya sendiri atau dipilih dari orang-orang yang dinominasikan negara tersebut sebagai anggota panel Mahkamah. Para arbitrator ini kemudian memilih seorang wasit yang bertindak sebagai anggota ketua dari pengadilan arbitrase tersebut. Putusan diberikan dengan suara terbanyak. Setiap pengadilan yang dibentuk dengan cara demikian akan bertindak sesuai dengan kompromis khusus atau perjanjian arbitrase, yang menentukan secara rinci pokok masalah dari sengketa itu dan waktu yang diberikan untuk mengangkat anggota-anggota pengadilan, dan menentukan jurisdiksi pengadilan. Prosedur tersebut harus ditaati dan kaidah-kaidah hukum serta prinsip-prinsip menurut mana keputusannya harus dilaksanakan.
2). Mahkamah internasional (International Court of Justice / ICJ)
ICJ dibentuk berdasarkan Bab IV (Pasal 92-96) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dirumuskan di San Fransisco pada tahun 1945. Pasal 92 Piagam PBB menyebutkan bahwa Mahkamah adalah organ utama PBB yang akan bekerja menurut Statuta, yang merupakan bagian integral dari Piagam. Sebaliknya Mahkamah terdahulu, PCIJ bukan merupakan suatu organ dari Liga Bangsa-Bangsa meskipun dalam beberapa tindakannya berhubungan dengan Liga.
Mahkamah terdiri dari lima belas hakim. Hakim-hakim tersebut merupakan sebuah panel para calon anggota Mahkamah yang dinominasikan oleh kelompok nasional panel PCIJ. Majelis Umum dan Dewan Keamanan yang secara independen melakukan pemungutan suara memilih anggota-anggota Mahkamah, untuk pemilihan tersebut disyaratkan suara terbanyak mutlak baik dalam Majelis maupun Dewan.
Menurut Pasal 36 ayat (2) Statuta ICJ, jurisdiksi yang dimiliki ICJ adalah sebagai berikut :
a) The interpretation of a treaty;
b) Any question of international law;
c) The existence of any part which, if established, whould constitute a breach of an international obligation;
d) The nature or extent of the reparation to be made fof the breach of an international obligation.
Sedangkan secara umum jurisdiksi yang dimiliki ICJ dapat dibagi menjadi dua :
1. Jurisdiksi atas kasus yang berdasarkan atas telah terjadinya sengketa atau contentious case; yaitu jurisdiksi Mahkamah untuk mengadili suatu sengketa antara dua negara atau lebih sengketa yang diserahkan kepadanya adalah sengketa hukum yang merupakan sengketa yang memungkinkan diterapkannya aturan-aturan atau prinsip-prinsip hukum internasional terhadap para pihak.
2. Jurisdiksi untuk memberikan advisory opinion; yaitu jurisdiksi ICJ dalam memberikan pendapat hukumnya atas persoalan hukum berdasar permintaan dari organ-organ yang memiliki kewenangan untuk itu. Permintaan atas pandangan hukum dari ICJ secara eksklusif dimiliki oleh lembaga-lembaga non pemerintah atau negara, yakni hanya lembaga internasional.
Menurut Pasal 30 Statuta ICJ, Pengadilan memiliki kewenangannya sendiri untuk membuat aturan yang ditujukan bagi prosedur yang hendak digunakan. Para pihak sebelum mengajukan perkara diharuskan membuat terlebih dahulu sebuah akta yang dikenal sebagai compromis atau special agreement, yang di dalamnya menyebutkan apabila para pihak telah setuju untuk menyerahkan persoalan ini pada pengadilan. Sedangkan syarat bagi sebuah entitas menjadi pihak dibatasi hanya untuk negara (Pasal 34 Statuta ICJ).
0 komentar:
Posting Komentar