Azas hukum pidana internasional dapat dibedakan antara azas-azas hukum yang bersumber pada hukum internasional dan azas-azas hukum yang bersumber pada hukum pidana nasional. Azas hukum yang bersumber pada hukum internasional dapat dibedakan dalam azas umum dan azas khusus. Azas umum hukum pidana internasional tidak berbeda dengan azas yang dianut dalam hukum internasional, yaitu azas pacta sunt servanda. Sedangkan azas khusus dalam hukum pidana internasional adalah :
a. Azas yang pertama berasal dari Hugo Grotius, yaitu au dedere au punere, yang berarti terhadap pelaku tindak pidana internasional dapat dipidana oleh negara tempat locus delicti terjadi dalam batas teritorial negara tersebut atau diekstradisi kepada negara peminta yang memiliki jurisdiksi untuk mengadili pelaku tersebut.
b. Azas kedua berasal dari Bassiouni yaitu au dedere au judicare yang berarti setiap negara berkewajiban untuk menuntut dan mengadili pelaku tindak pidana internasional dan berkewajiban untuk melakukan kerja sama dengan negara lain dalam menangkap, menahan dan menuntut serta mengadili pelaku tindak pidana internasional.
Azas hukum pidana internasional yang bersumber dari hukum pidana nasional adalah azas legalitas, azas teritorial, azas nasionalitas aktif dan pasif, azas universal, azas non-retroaktif, azas ne bis in idem atau non-bis in idem.
2. Kaidah-kaidah hukum pidana internasional;
Kaidah-kaidah hukum pidana internasional meliputi semua ketentuan-ketentuan dalam konvensi-konvensi internasional tentang kejahatan internasional dan perjanjian-perjanjian internasional baik bilateral maupun multilateral, mengenai kejahatan internasional dan ketentuan-ketentuan lain yang mungkin ada sepanjang mengenai tindak pidana internasional.
3. Proses dan instrumen penegakan hukum pidana internasional;
Proses dan instrumen penegakan hukum pidana internasional meliputi ketentuan-ketentuan hukum internasional mengenai prosedur penegakan hukum pidana internasional dan institusi penegak hukumnya, seperti INTERPOL dan Mahkamah Pidana Internasional. Prosedur penegakan hukum pidana internasional dapat dibedakan dalam dua cara yaitu :
a. Direct enforcement system (sistem penegakan secara langsung), adalah penegakan hukum pidana internasional dengan mengajukan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana internasional melalui Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court. Sedangkan kejahatan yang merupakan jurisdiksi kriminil mahkamah pidana internasional terdapat dalam Pasal 5 Ayat 1 Rome statute of the international criminal court 1998. Yaitu:
“The jurisdiction of the court shall be limited to the most serious crimes of concern to the international community as a whole. The court has jurisdiction in accordance with this statue with respect to the following crimes :
(a) The crime of genocide;
(b) Crimes against humanity;
(c) War crimes;
(d) The crime of aggression.”
(Terjemahan bebas: jurisdiksi pengadilan ini dibatasi oleh kejahatan yang sangat serius yang menjadi perhatian masyarakat internasional secara keseluruhan. Pengadilan mempunyai jurisdiksi seperti dalam statuta ini yang berkenaan dengan kejahatan berikut:
(a) Kejahatan genosida;
(b) Kejahatan melanggar kemanusiaan;
(c) Kejahatan perang;
(d) Kejahatan agresi.)
b. Indirect enforcement system (sistem penegakan tidak langsung), adalah penegakan hukum pidana internasional dengan suatu upaya mengajukan tuntutan dan peradilan terhadap para pelaku tindak pidana internasional melalui undang-undang nasional. Selain itu dapat dilakukan melalui kerja sama internasional antara dua negara atau lebih.
4. Objek hukum pidana internasional.
Objek hukum pidana internasional adalah tindak pidana internasional yang telah diatur dalam konvensi-konvensi internasional dan merupakan masalah sentral serta merupakan kajian utama hukum pidana internasional.
0 komentar:
Posting Komentar