Adanya pemberian hak-hak istimewa dan kekebalan bagi para pejabat diplomatik pada hakikatnya merupakan hasil sejarah diplomasi yang sudah lama sekali, di mana pemberian semacam itu dianggap sebagai kebiasaan internasional. Hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik yang diberikan kepada pejabat diplomatik suatu negara adalah untuk memperlancar atau memudahkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan para pejabat diplomatik, hak istimewa dan kekebalan tersebut di antaranya adalah:
1. Kekebalan perwakilan diplomatik
Kekebalan diplomatik dalam bahasa asingnya mencakup dua pengertian yaitu inviolability dan immunity. Inviolability adalah kekebalan terhadap alat-alat kekuasan negara penerima dan kekebalan terhadap segala gangguan yang merugikan. Sehingga di sini terkandung pengertian perwakilan diplomatik memiliki hak mendapat perlindungan dari alat-alat kekuasaan negara penerima. Bahwa pejabat diplomatik inviolable, tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh alat perlengkapan negara penerima. Negara penerima mempunyai kewajiban untuk mengambil langkah-langkah demi menjaga serangan atas kehormatan pribadi pejabat diplomatik yang bersangkutan, sedangkan immunity adalah kekebalan terhadap yuridiksi dari negara penerima, baik hukum pidana, perdata, maupun administratif
1. Kekebalan perwakilan diplomatik
Kekebalan diplomatik dalam bahasa asingnya mencakup dua pengertian yaitu inviolability dan immunity. Inviolability adalah kekebalan terhadap alat-alat kekuasan negara penerima dan kekebalan terhadap segala gangguan yang merugikan. Sehingga di sini terkandung pengertian perwakilan diplomatik memiliki hak mendapat perlindungan dari alat-alat kekuasaan negara penerima. Bahwa pejabat diplomatik inviolable, tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh alat perlengkapan negara penerima. Negara penerima mempunyai kewajiban untuk mengambil langkah-langkah demi menjaga serangan atas kehormatan pribadi pejabat diplomatik yang bersangkutan, sedangkan immunity adalah kekebalan terhadap yuridiksi dari negara penerima, baik hukum pidana, perdata, maupun administratif.
a. Kekebalan diri pribadi pejabat diplomatik
Kekebalan diri pribadi pejabat diplomatik dalam Pasal 29 Konvensi Wina 1961 disebutkan bahwa:
The person of a diplomatic agent shall be inviolable. He shall not be liable to any form of arrestor detention. The receiving State shall treat him with due respect and shall take all appropriate steps to prevent any attack on his person, freedom or dignity.
Adapun maksudnya adalah, agen diplomatik tidak dapat diganggu-gugat. Dia tidak akan bertanggung jawab kepada setiap bentuk penangkapan dan penahanan. Negara penerima akan memperlakuannya dengan hormat dan akan mengambil semua langkah yang tepat apapun serangan terhadap dirinya, kebebasan atau martabat.
Kekebalan diri pribadi pejabat diplomatik dapat diperinci menjadi empat bagian, antara lain:
1). Kekebalan terhadap kekuasaan negara penerima
Kekebalan dalam bentuk ini misalnya adalah kekebalan terhadap paksaan, penahanan dan penangkapan. Ketentuan ini memberikan petunjuk bagi alat-alat negara penerima untuk tidak melakukan hal-hal tersebut. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan pengertian yang terdapat dalam penjelasan Pasal 29 Konvensi Wina 1961.
2). Hak mendapatkan perlindungan terhadap gangguan atau serangan atas diri pribadi dan kehormatannya.
Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap gangguan, serangan atas kebebasan dan kehormatan diri pejabat diplomatik sebagaimana di Indonesia yang telah menjamin dan mengatur dalam Pasal 143 dan 144 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.
Pasal 143 KUHP menyebutkan:
“Penghinaan dengan sengaja terhadap wakil negara asing di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
Pasal 144 KUHP menyebutkan:
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap raja yang memerintah, atau kepala negara sahabat, atau wakil negara asing di Indonesia dalam pangkatnya, dengan maksud supaya penghinaan itu diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu pada waktu menjalankan pencariannya, dan pada saat itu belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang tetap karena kejahatan semacam itu juga, ia dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.
3). Kekebalan terhadap jurisdiksi pengadilan negara penerima diatur dalam Pasal 31 Konvensi Wina 1961, antara lain:
(1) Seorang wakil diplomatik akan menikmati kekebalan dari pengadilan kriminil (pidana) dari negara penerima. Ia juga menikmati kekebalan dari pengadilan sipil dan administratifnya, kecuali dalam hal:
(b) Tindakan nyata yang berhubungan dengan barang milik tak bergerak pribadi yang terletak di daerah negara penerima, kecuali apabila ia menguasainya atas nama negara pengirim untuk maksud misi;
(c) Tindakan nyata yang berhubungan dengan penggantian, dalam mana wakil diplomatik itu terlibat sebagai pelaksana/ administrator, ahli waris atau penerima harta pusaka sebagai perorangan dan tidak atas nama negara pengirim;
(d) Tindakan yang berhubungan dengan kegiatan profesional atau komersial, yang dilakukan oleh wakil diplomatik di negara penerima, di luar fungsi resminya.
(2) Wakil diplomatik tidak diharuskan memberi bukti sebagai saksi
(3) Tidak boleh diambil tindakan pelaksanaan terhadap wakil diplomatik kecuali dalam hal-hal yang datang di bawah sub-ayat (a), (b),dan (c) dari ayat (1) pasal ini, dan asalkan tindakan yang bersangkutan dapat diambil dengan tidak melanggar kekebalan pribadinya atau tempat kediamannya.
(4) Kekebalan wakil diplomatik dari pengadilan negara penerima tidak membebaskannya dari pengadilan negara pengirim.
Kekebalan perwakilan diplomatik terhadap tuntutan pengadilan kriminil (31 Konvensi Wina 1961), bukan berarti bahwa seorang wakil diplomatik tidak menghormati dan menghargai undang-undang dan peraturan negara penerima. Tanpa mengurangi hak istimewa dan kekebalan diplomatik merupakan suatu kewajiban dari orang yang menikmati hak istimewa dan kekebalan untuk menghormati hukum-hukum dan peraturan-peraturan dari negara penerima. Di samping itu ia juga mempunyai kewajiban untuk tidak ikut campur urusan dalam negeri dari negara setempat.
Tuntutan sipil dalam bentuk apapun tidak dapat dilakukan terhadap seorang wakil diplomatik asing, dan tidak ada tindakan sipil apapun yang berhubungan dengan utang piutang dan lain-lainnya, yang serupa yang dapat diajukan terhadap wakil-wakil diplomatik di depan pengadilan-pengadilan sipil dari negara penerima. Wakil diplomatik tidak dapat ditangkap karena utang-utang mereka, juga terhadap alat-alat perkakas rumah tangga mereka, kendaraan bermotor dan lain-lain yang mereka miliki, disita untuk membayar utangnya.
4. Kekebalan dari kewajiban menjadi saksi
Pasal 31 ayat 2 Konvensi Wina 1961 mengandung ketentuan sebagai berikut:
A diplomatic agent is not obliged to give evidence as a witness.
Artinya bahwa seorang wakil diplomatik tidak dapat dipaksa untuk bertindak sebagai seorang saksi dan untuk memberikan kesaksiannya di depan pengadilan, baik peradilan sipil atau perdata, peradilan pidana maupun peradilan administratif. Begitu pula para anggota keluarga dan para pengikutnya tidak dapat dipaksa untuk bertindak sebagai saksi di depan pengadilan sehubungan dengan yang mereka ketahui. Namun apabila dilihat dari segi untuk menjaga hubungan baik kedua negara, sebaiknya tidak dipegang secara mutlak dan pemerintah negara pengirimnya dapat secara khusus menghapus atau menanggalkan kekebalan diplomatik tersebut dengan pernyataan yang tegas dan jelas.
b. Kekebalan kantor perwakilan dan rumah kediaman perwakilan diplomatik
Larangan mengganggu dan kewajiban memberikan perlindungan terhadap perwakilan diplomatik asing merupakan kesepakatan yang diakui secara universal dan telah dilakukan oleh negara-negara sejak jaman dahulu. Konsep ini merupakan akibat didirikannya misi diplomatik tetap di suatu negara yang mutlak memerlukan perlindungan terhadap campur tangan asing. Oleh karena itu, negara penerima berkewajiban memgambil segala tindakan yang diperlukan agar kantor ataupun rumah kediaman perwakilan diplomatik bebas dari segala gangguan.
Tidak diganggu–gugatnya gedung perwakilan asing suatu negara pada hakikatnya menyangkut dua aspek. Aspek pertama adalah mengenai kewajiban negara penerima untuk memberikan perlindungan sepenuhnya sebagai perwakilan asing di negara tersebut dari setiap gangguan. Aspek kedua adalah kedudukan perwakilan asing itu sendiri yang dinyatakan kebal dari pemeriksaan termasuk barang-barang miliknya dan semua arsip yang ada di dalamnya.
Pasal 22 Konvensi Wina 1961 menyebutkan bahwa:
1. Gedung-gedung perwakilan asing tidak boleh diganggu-gugat. Alat-alat negara dari negara penerima tidak diperbolehkan memasuki gedung tersebut kecuali dengan izin kepala perwakilan;
2. Negara penerima mempunyai kewajiban khusus untuk mengambil langkah-langkah seperlunya guna melindungi perwakilan tersebut dari setiap gangguan atau kerusakan dan mencegah setiap gangguan ketenangan perwakilan-perwakilan atau yang menurunkan harkat dan martabatnya;
3. Gedung-gedung perwakilan, perabotannya dan harta milik lainnya yang berada di dalam gedung tersebut serta kendaraan dari perwakilan akan dibebaskan dari pemeriksaan, penuntutan, pengikatan atau penyitaan.
Pengaturan Pasal 22 ayat 1 dan 3, pada hakikatnya menyangkut kekebalan di dalam gedung perwakilan itu sendiri, termasuk perabotan harta milik lainnya dan kendaraan-kendaraan perwakilan. Sedangkan dalam ayat 2 berkenaan dengan kewajiban negara setempat guna melindungi perwakilan beserta isi di dalamnya yang tersebut dalam ayat 1 dan 3. Makna lain dari ayat 2 tersebut dapat diartikan menyangkut kekebalan di lingkungan gedung perwakilan itu sendiri. Karena itu perlindungan negara penerima yang diberikan bukan saja di lakukan di dalam gedung perwakilan (interna rationae) tapi juga di luarnya ataupun lingkungan sekitarnya (externa rationae).
Hubungannya dengan hak kekebalan dari gedung perwakilan asing, maka negara pengirim dibebankan suatu kewajiban khusus untuk mengambil tindakan-tindakan atau langkah-langkah yang dianggap perlu guna melindungi tempat kediaman dan tempat kerja perwakilan itu, terhadap setiap pemasukan yang tidak sah atau perbuatan pengrusakan serta melindungi perbuatan pengacauan terhadap ketentraman dari pada perwakilan asing atau dari perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kehormatan negara pengirim.
c. Kekebalan terhadap korespondensi perwakilan diplomatik
Para pejabat diplomatik dalam menjalankan tugasnya mempunyai kebebasan penuh, dan dapat menjalankan komunikasi secara rahasia dengan pemerintahnya. Diakui secara umum bahwa kebebasan berkomunikasi juga berlaku bagi semua korespondensi resmi antara perwakilan dengan pemerintahnya, dan kebebasan ini harus dilindungi oleh negara penerima. Surat menyurat pejabat diplomatik tidak boleh digeledah, ditahan, atau disensor oleh negara penerima. Perwakilan diplomatik dapat menggunakan kode dan sandi rahasia dalam komunikasinya dengan negara pengirim, sedangkan instalasi radio dan operasi pemancar radio hanya dapat dilakukan atas dasar izin negara setempat. Kurir diplomatik yang berpergian dengan paspor diplomatik tidak boleh ditahan atau dihalang-halangi.
Pasal 27 Konvensi Wina 1961 menjamin komunikasi secara bebas dari misi perwakilan asing dengan maksud yang layak. Artinya hak untuk berhubungan dengan bebas ini adalah hak seorang pejabat diplomatik, di dalam surat-menyurat, mengirim telegram dan berbagai macam perhubungan komunikasi. Dan perhubungan bebas ini dapat berlangsung antara pejabat diplomatik dengan pemerintahannya sendiri atau pemerintah negara penerima maupun perwakilan diplomatik asing lainnya.
Pasal 27 ayat 1 Konvensi Wina 1961 menyebutkan bahwa:
The receiving State shall permit and protect free communication on the part of the mission for all official purposes. In communicating with the Government and the other missions and consulates of the sending State, wherever situated, the mission may employ all appropriate means, including diplomatic couriers and messages in code or cipher. However, the mission may install and use a wireless transmitter only with the consent of the receiving State.
Adapun yang dimaksud adalah, negara penerima akan memberikan izin dan perlindungan untuk kebebasan berkomunikasi dari pihak perwakilan asing suatu negara, guna kepentingan semua tujuan resmi (official purposes) dari perwakilan asing tersebut yaitu dalam hal mengadakan komunikasi dengan pemerintah negara pengirim dan dengan perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler lainnya dari negara penerima, di mana saja tarletak dan perwakilan diplomatik itu diperbolehkan untuk menggunakan semua upaya-upaya komunikasi yang seperlunya, termasuk kurir-kurir diplomatik, diplomatic bags, dan alat perlengkapan seperlunya yang dipergunakan dalam mengadakan komunikasi tersebut.
1. Kekebalan perwakilan diplomatik
Kekebalan diplomatik dalam bahasa asingnya mencakup dua pengertian yaitu inviolability dan immunity. Inviolability adalah kekebalan terhadap alat-alat kekuasan negara penerima dan kekebalan terhadap segala gangguan yang merugikan. Sehingga di sini terkandung pengertian perwakilan diplomatik memiliki hak mendapat perlindungan dari alat-alat kekuasaan negara penerima. Bahwa pejabat diplomatik inviolable, tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh alat perlengkapan negara penerima. Negara penerima mempunyai kewajiban untuk mengambil langkah-langkah demi menjaga serangan atas kehormatan pribadi pejabat diplomatik yang bersangkutan, sedangkan immunity adalah kekebalan terhadap yuridiksi dari negara penerima, baik hukum pidana, perdata, maupun administratif
1. Kekebalan perwakilan diplomatik
Kekebalan diplomatik dalam bahasa asingnya mencakup dua pengertian yaitu inviolability dan immunity. Inviolability adalah kekebalan terhadap alat-alat kekuasan negara penerima dan kekebalan terhadap segala gangguan yang merugikan. Sehingga di sini terkandung pengertian perwakilan diplomatik memiliki hak mendapat perlindungan dari alat-alat kekuasaan negara penerima. Bahwa pejabat diplomatik inviolable, tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh alat perlengkapan negara penerima. Negara penerima mempunyai kewajiban untuk mengambil langkah-langkah demi menjaga serangan atas kehormatan pribadi pejabat diplomatik yang bersangkutan, sedangkan immunity adalah kekebalan terhadap yuridiksi dari negara penerima, baik hukum pidana, perdata, maupun administratif.
a. Kekebalan diri pribadi pejabat diplomatik
Kekebalan diri pribadi pejabat diplomatik dalam Pasal 29 Konvensi Wina 1961 disebutkan bahwa:
The person of a diplomatic agent shall be inviolable. He shall not be liable to any form of arrestor detention. The receiving State shall treat him with due respect and shall take all appropriate steps to prevent any attack on his person, freedom or dignity.
Adapun maksudnya adalah, agen diplomatik tidak dapat diganggu-gugat. Dia tidak akan bertanggung jawab kepada setiap bentuk penangkapan dan penahanan. Negara penerima akan memperlakuannya dengan hormat dan akan mengambil semua langkah yang tepat apapun serangan terhadap dirinya, kebebasan atau martabat.
Kekebalan diri pribadi pejabat diplomatik dapat diperinci menjadi empat bagian, antara lain:
1). Kekebalan terhadap kekuasaan negara penerima
Kekebalan dalam bentuk ini misalnya adalah kekebalan terhadap paksaan, penahanan dan penangkapan. Ketentuan ini memberikan petunjuk bagi alat-alat negara penerima untuk tidak melakukan hal-hal tersebut. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan pengertian yang terdapat dalam penjelasan Pasal 29 Konvensi Wina 1961.
2). Hak mendapatkan perlindungan terhadap gangguan atau serangan atas diri pribadi dan kehormatannya.
Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap gangguan, serangan atas kebebasan dan kehormatan diri pejabat diplomatik sebagaimana di Indonesia yang telah menjamin dan mengatur dalam Pasal 143 dan 144 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.
Pasal 143 KUHP menyebutkan:
“Penghinaan dengan sengaja terhadap wakil negara asing di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
Pasal 144 KUHP menyebutkan:
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap raja yang memerintah, atau kepala negara sahabat, atau wakil negara asing di Indonesia dalam pangkatnya, dengan maksud supaya penghinaan itu diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu pada waktu menjalankan pencariannya, dan pada saat itu belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang tetap karena kejahatan semacam itu juga, ia dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.
3). Kekebalan terhadap jurisdiksi pengadilan negara penerima diatur dalam Pasal 31 Konvensi Wina 1961, antara lain:
(1) Seorang wakil diplomatik akan menikmati kekebalan dari pengadilan kriminil (pidana) dari negara penerima. Ia juga menikmati kekebalan dari pengadilan sipil dan administratifnya, kecuali dalam hal:
(b) Tindakan nyata yang berhubungan dengan barang milik tak bergerak pribadi yang terletak di daerah negara penerima, kecuali apabila ia menguasainya atas nama negara pengirim untuk maksud misi;
(c) Tindakan nyata yang berhubungan dengan penggantian, dalam mana wakil diplomatik itu terlibat sebagai pelaksana/ administrator, ahli waris atau penerima harta pusaka sebagai perorangan dan tidak atas nama negara pengirim;
(d) Tindakan yang berhubungan dengan kegiatan profesional atau komersial, yang dilakukan oleh wakil diplomatik di negara penerima, di luar fungsi resminya.
(2) Wakil diplomatik tidak diharuskan memberi bukti sebagai saksi
(3) Tidak boleh diambil tindakan pelaksanaan terhadap wakil diplomatik kecuali dalam hal-hal yang datang di bawah sub-ayat (a), (b),dan (c) dari ayat (1) pasal ini, dan asalkan tindakan yang bersangkutan dapat diambil dengan tidak melanggar kekebalan pribadinya atau tempat kediamannya.
(4) Kekebalan wakil diplomatik dari pengadilan negara penerima tidak membebaskannya dari pengadilan negara pengirim.
Kekebalan perwakilan diplomatik terhadap tuntutan pengadilan kriminil (31 Konvensi Wina 1961), bukan berarti bahwa seorang wakil diplomatik tidak menghormati dan menghargai undang-undang dan peraturan negara penerima. Tanpa mengurangi hak istimewa dan kekebalan diplomatik merupakan suatu kewajiban dari orang yang menikmati hak istimewa dan kekebalan untuk menghormati hukum-hukum dan peraturan-peraturan dari negara penerima. Di samping itu ia juga mempunyai kewajiban untuk tidak ikut campur urusan dalam negeri dari negara setempat.
Tuntutan sipil dalam bentuk apapun tidak dapat dilakukan terhadap seorang wakil diplomatik asing, dan tidak ada tindakan sipil apapun yang berhubungan dengan utang piutang dan lain-lainnya, yang serupa yang dapat diajukan terhadap wakil-wakil diplomatik di depan pengadilan-pengadilan sipil dari negara penerima. Wakil diplomatik tidak dapat ditangkap karena utang-utang mereka, juga terhadap alat-alat perkakas rumah tangga mereka, kendaraan bermotor dan lain-lain yang mereka miliki, disita untuk membayar utangnya.
4. Kekebalan dari kewajiban menjadi saksi
Pasal 31 ayat 2 Konvensi Wina 1961 mengandung ketentuan sebagai berikut:
A diplomatic agent is not obliged to give evidence as a witness.
Artinya bahwa seorang wakil diplomatik tidak dapat dipaksa untuk bertindak sebagai seorang saksi dan untuk memberikan kesaksiannya di depan pengadilan, baik peradilan sipil atau perdata, peradilan pidana maupun peradilan administratif. Begitu pula para anggota keluarga dan para pengikutnya tidak dapat dipaksa untuk bertindak sebagai saksi di depan pengadilan sehubungan dengan yang mereka ketahui. Namun apabila dilihat dari segi untuk menjaga hubungan baik kedua negara, sebaiknya tidak dipegang secara mutlak dan pemerintah negara pengirimnya dapat secara khusus menghapus atau menanggalkan kekebalan diplomatik tersebut dengan pernyataan yang tegas dan jelas.
b. Kekebalan kantor perwakilan dan rumah kediaman perwakilan diplomatik
Larangan mengganggu dan kewajiban memberikan perlindungan terhadap perwakilan diplomatik asing merupakan kesepakatan yang diakui secara universal dan telah dilakukan oleh negara-negara sejak jaman dahulu. Konsep ini merupakan akibat didirikannya misi diplomatik tetap di suatu negara yang mutlak memerlukan perlindungan terhadap campur tangan asing. Oleh karena itu, negara penerima berkewajiban memgambil segala tindakan yang diperlukan agar kantor ataupun rumah kediaman perwakilan diplomatik bebas dari segala gangguan.
Tidak diganggu–gugatnya gedung perwakilan asing suatu negara pada hakikatnya menyangkut dua aspek. Aspek pertama adalah mengenai kewajiban negara penerima untuk memberikan perlindungan sepenuhnya sebagai perwakilan asing di negara tersebut dari setiap gangguan. Aspek kedua adalah kedudukan perwakilan asing itu sendiri yang dinyatakan kebal dari pemeriksaan termasuk barang-barang miliknya dan semua arsip yang ada di dalamnya.
Pasal 22 Konvensi Wina 1961 menyebutkan bahwa:
1. Gedung-gedung perwakilan asing tidak boleh diganggu-gugat. Alat-alat negara dari negara penerima tidak diperbolehkan memasuki gedung tersebut kecuali dengan izin kepala perwakilan;
2. Negara penerima mempunyai kewajiban khusus untuk mengambil langkah-langkah seperlunya guna melindungi perwakilan tersebut dari setiap gangguan atau kerusakan dan mencegah setiap gangguan ketenangan perwakilan-perwakilan atau yang menurunkan harkat dan martabatnya;
3. Gedung-gedung perwakilan, perabotannya dan harta milik lainnya yang berada di dalam gedung tersebut serta kendaraan dari perwakilan akan dibebaskan dari pemeriksaan, penuntutan, pengikatan atau penyitaan.
Pengaturan Pasal 22 ayat 1 dan 3, pada hakikatnya menyangkut kekebalan di dalam gedung perwakilan itu sendiri, termasuk perabotan harta milik lainnya dan kendaraan-kendaraan perwakilan. Sedangkan dalam ayat 2 berkenaan dengan kewajiban negara setempat guna melindungi perwakilan beserta isi di dalamnya yang tersebut dalam ayat 1 dan 3. Makna lain dari ayat 2 tersebut dapat diartikan menyangkut kekebalan di lingkungan gedung perwakilan itu sendiri. Karena itu perlindungan negara penerima yang diberikan bukan saja di lakukan di dalam gedung perwakilan (interna rationae) tapi juga di luarnya ataupun lingkungan sekitarnya (externa rationae).
Hubungannya dengan hak kekebalan dari gedung perwakilan asing, maka negara pengirim dibebankan suatu kewajiban khusus untuk mengambil tindakan-tindakan atau langkah-langkah yang dianggap perlu guna melindungi tempat kediaman dan tempat kerja perwakilan itu, terhadap setiap pemasukan yang tidak sah atau perbuatan pengrusakan serta melindungi perbuatan pengacauan terhadap ketentraman dari pada perwakilan asing atau dari perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kehormatan negara pengirim.
c. Kekebalan terhadap korespondensi perwakilan diplomatik
Para pejabat diplomatik dalam menjalankan tugasnya mempunyai kebebasan penuh, dan dapat menjalankan komunikasi secara rahasia dengan pemerintahnya. Diakui secara umum bahwa kebebasan berkomunikasi juga berlaku bagi semua korespondensi resmi antara perwakilan dengan pemerintahnya, dan kebebasan ini harus dilindungi oleh negara penerima. Surat menyurat pejabat diplomatik tidak boleh digeledah, ditahan, atau disensor oleh negara penerima. Perwakilan diplomatik dapat menggunakan kode dan sandi rahasia dalam komunikasinya dengan negara pengirim, sedangkan instalasi radio dan operasi pemancar radio hanya dapat dilakukan atas dasar izin negara setempat. Kurir diplomatik yang berpergian dengan paspor diplomatik tidak boleh ditahan atau dihalang-halangi.
Pasal 27 Konvensi Wina 1961 menjamin komunikasi secara bebas dari misi perwakilan asing dengan maksud yang layak. Artinya hak untuk berhubungan dengan bebas ini adalah hak seorang pejabat diplomatik, di dalam surat-menyurat, mengirim telegram dan berbagai macam perhubungan komunikasi. Dan perhubungan bebas ini dapat berlangsung antara pejabat diplomatik dengan pemerintahannya sendiri atau pemerintah negara penerima maupun perwakilan diplomatik asing lainnya.
Pasal 27 ayat 1 Konvensi Wina 1961 menyebutkan bahwa:
The receiving State shall permit and protect free communication on the part of the mission for all official purposes. In communicating with the Government and the other missions and consulates of the sending State, wherever situated, the mission may employ all appropriate means, including diplomatic couriers and messages in code or cipher. However, the mission may install and use a wireless transmitter only with the consent of the receiving State.
Adapun yang dimaksud adalah, negara penerima akan memberikan izin dan perlindungan untuk kebebasan berkomunikasi dari pihak perwakilan asing suatu negara, guna kepentingan semua tujuan resmi (official purposes) dari perwakilan asing tersebut yaitu dalam hal mengadakan komunikasi dengan pemerintah negara pengirim dan dengan perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler lainnya dari negara penerima, di mana saja tarletak dan perwakilan diplomatik itu diperbolehkan untuk menggunakan semua upaya-upaya komunikasi yang seperlunya, termasuk kurir-kurir diplomatik, diplomatic bags, dan alat perlengkapan seperlunya yang dipergunakan dalam mengadakan komunikasi tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar