Selasa, 21 April 2009

Kejahatan Transnasional. Apa Maksudyna???

Objek hukum pidana internsional adalah tindak pidana internasional atau kejahatan internasional atau international crime. Namun sampai saat ini belum terdapat satu ketentuan di dalam hukum internasional, baik perjanjian-perjanjian internasional maupun kebiasaan internasional yang menetapkan istilah, “international crimes”. Perdebatan mengenai peristilahan ini disebabkan pengertian “international crimes” telah membawa dampak yang lebih luas, tidak hanya sekadar perubahan substansi, melainkan menyangkut masalah yang dapat dipertanggung jawabkan bila terjadi “international crimes” tersebut

Definisi tindak pidana internasional (kejahatan internasional atau international crimes) telah dikemukakan oleh Bassiouni sebagai berikut, “International crimes is any conduct which is designated as a crime in a multilateral convention will a significant number of state parties to it, provided the instrumen contains one of the ten penal characteristics.”(Terjemahan bebas: tindak pidana internasional adalah setiap tindakan yang ditetapkan di dalam konvensi-konvensi multilateral dan diikuti oleh sejumlah tertentu negara-negara peserta, sekalipun di dalamnya terkandung salah satu dari kesepuluh karakteristik pidana).
Sepuluh karakteristik pidana, seperti disebutkan dalam definisi di atas terdiri dari:
1. Explicit recognition of proscribed conduct as constituting an international crime or crime under international law (pengakuan secara eksplisit tindakan-tindakan yang dipandang sebagai kejahatan berdasarkan hukum internasional);
2. Implicit recognition of the penal nature of the act by establishing a duty to prohibit, prevent, prosecute, punish, or the like (pengakuan secara implisit sifat-sifat pidana dari tindakan-tindakan tertentu dengan menetapkan suatu kewajiban untuk menghukum, mencegah, menuntut, menjatuhi hukuman atau pidananya);
3. Criminalization of the proscribed conduct (kriminalisasi atas tindakan-tindakan tertentu);
4. Duty or right to prosecute (kewajiban atau hak untuk menuntut);
5. Duty or right to punish the proscribed conduct (kewajiban atau hak untuk memidana tindakan tertentu);
6. Duty or right to extradate (kewajiban atau hak mengekstradisi);
7. Duty or right to cooperate in prosecution, punishment, including judicial assistance in penal proceeding (kewajiban atau hak untuk bekerjasama dalam hal penuntutan, pemidanaan, termasuk bantuan yudisial dalam proses pemidanaan);
8. Establishment of a criminal jurisdictional basis (penetapan suatu dasar-dasar jurisdiksi kriminal);
9. Reference to the establishment of an international criminal court (referensi pembentukan suatu pengadilan pidana internasional);
10. Elimination of the defense of superior orders (penghapusan alasan-alasan perintah atasan).

Penetapan jenis tindak pidana internasional, mengalami perkembangan yang bersifat kontekstual dan selektif-normatif. Perkembangan yang bersifat kontekstual adalah perkembangan penetapan tindak pidana yang sejalan dengan perkembangan situasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat internasional pada masanya. Sedangkan perkembangan yang bersifat selektif-normatif, adalah penetapan golongan tindak pidana sebagai tindak pidana internasional yang hanya dapat dilakukan berlandaskan konvensi-konvensi internasional tertentu.
Dilihat dari perkembangan dan asal usul tindak pidana internasional, maka eksistensi tindak pidana internasional dapat dibedakan dalam:
1. Tindak pidana internasional yang berasal dari kebiasaan yang berkembang di dalam praktik hukum internasional. Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah pembajakan atau piracy, kejahatan perang atau war crimes, dan tindak pidana perbudakan atau slavery;
2. Tindak pidana internasional yang berasal dari konvensi-konvensi internasional. Secara historis dibedakan antara tindak pidana internasional yang ditetapkan dalam satu konvensi internasional saja (subject of a single convention), dan tindak pidana internasional yang ditetapkan oleh banyak konvensi (subject of a multiple conventions);
3. Tindak pidana internasional yang lahir dari sejarah perkembangan konvensi mengenai hak asasi manusia. Salah satunya adalah deklarasi PBB tanggal 11 Desember 1946, yang menetapkan genosida sebagai kejahatan menurut hukum internasional.
Menurut Romli Atmasasmita, kejahatan internasional harus dibedakan dari kejahatan transnasional. Kejahatan internasional adalah suatu tindak pidana terhadap dunia atau suatu masyarakat dan biasanya digerakan oleh motif ideologi atau politik. Sebagai contoh dari kejahatan ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan hak azasi manusia, kejahatan perang (war crimes), genosida (genocide), dan lain-lain. Sedangkan kejahatan transnasional hampir selalu berkaitan dengan kejahatan dengan motif finansial, yang membawa dampak terhadap kepentingan lebih dari satu negara. Kejahatan ini antara lain, perdagangan obat bius (drug trafficking), kejahatan terorganisir lintas batas negara (transborder organized criminal activity), pencucian uang (money laundering), kejahatan finansial (financial crimes), perusakan lingkungan secara disengaja (willful damage to the environment), dan lain-lain.
Bassiouni telah menyusun table matrix mengenai kejahatan dan unsur yang menyertainya. Secara skematis ketiga unsur internasional crime tersebut digambarkan seperti:
1. Unsur internasional; termasuk ke dalam unsur ini adalah:
a. Direct threat to world Peace and Security (ancaman secara langsung atas perdamaian dan keamanan di dunia);
b. Indirect threat to world Peace and Security (ancaman secara tidak langsung atas perdamaian dan keamanan di dunia);
c. “Shocking” to the conscience of Humanity (menggoyahkan perasaan kemanusiaan).
2. Unsur transnasional; termasuk ke dalam unsur ini adalah:
a. Conduct affecting more than one State (tindakan yang memiliki dampak terhadap lebih dari satu negara);
b. Conduct including or affecting citizens of more than one State (tindakan yang melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara);
c. Mean and methods transcend national boundaries (sarana dan prasarana serta metoda-metoda yang dipergunakan melampaui batas-batas territorial suatu negara).
3. Unsur kebutuhan (necessity). Termasuk ke dalam unsur ini adalah, co-operation of States necessary to enforce (kebutuhan akan kerja sama antar negara-negara untuk melakukan penanggulangan).

Bassiouni mengatakan bahwa kejahatan transnasional atau transnational crime adalah kejahatan yang mempunyai dampak lebih dari satu negara, kejahatan yang melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara, dan sarana dan prasarana serta metoda-metoda yang dipergunakan melampaui batas-batas teritorial suatu negara. Jadi istilah kejahatan transnasional dimaksudkan untuk menunjukkan adanya kejahatan-kejahatan yang sebenarnya nasional (di dalam batas wilayah negara), tetapi dalam beberapa hal terkait kepentingan negara-negara lain. Sehingga tampak adanya dua atau lebih negara yang berkepentingan atau yang terkait dengan kejahatan itu. Kejahatan transnasional jelas menunjukkan perbedaannya dengan kejahatan atau tindak pidana dalam pengertian nasional semata-mata. Demikian pula sifat internasionalnya mulai semakin kabur oleh karena aspek-aspeknya sudah meliputi individu, negara, benda, publik dan privat. Sifatnya yang transnasional yang meliputi hampir semua aspek nasional maupun internasional, baik privat maupun publik, politik maupun bukan politik.
Berdasarkan table matrix yang disampaikan oleh Bassiouni, kejahatan-kejahatan yang unsur transnasionalnya signifikan yaitu:
1. Aircraft hijacking (pembajakan udara);
2. Threat and use of force against internationally protected person (membahayakan dan menyerang orang yang dilindungi secara internasional);
3. Taking of civilian hostage (membawa pengungsi sipil);
4. Drug offence (penyalahgunaan obat-obatan terlarang);
5. International traffic in obsence publication (peredaran publikasi pornografi);
6. Destruction and / or theft of national treasure (penghancuran dan atau pencurian harta karun suatu negara);
7. Environmental protection (perusakan lingkungan);
8. Theft of nuclear materials (pencurian bahan-bahan nuklir);
9. Unlawfull use the mail (penggunaan surat secara melanggar hukum);
10. Interference of submarine cables (perusakan kabel bawah laut);
11. Falsifaction and counterfighting (pemalsuan mata uang);
12. Bribery of foreign public officials (penyuapan pegawai publik asing).

Related Posts by Categories



1 komentar:

Anonim mengatakan...

nice share

kalau boleh tau buku atau sumber dari pendapat bassiouni ini darimana mas?
saya ingin mempelajarinya dan menambah referensi dari bassiouni

terimakasih banyak sebelumnya

Posting Komentar