Rabu, 15 April 2009

Asas hukum humaniter internasional


         Asas hukum adalah dasar-dasar umum yang terkandung dalam peraturan hukum, dan dasar-dasar umum tersebut adalah merupakan sesuatu yang mengandung nilai-nilai etis. Pengertian asas hukum ada beberapa pendapat, antara lain Satjipto Rahardjo yang berpendapat bahwa asas hukum merupakan unsur penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah jantung dari peraturan hukum, karena merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum atau ratio legis peraturan hukum.

Hukum humaniter internasional mengenal tiga asas utama, yaitu:

a.       Asas kepentingan militer (military necessity)

Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan kekerasan senjata untuk menundukkan lawan demi terciptanya tujuan dan keberhasilan perang. Asas ini mengandung arti bahwa suatu pihak yang bersengketa (belligerent) mempunyai hak untuk melakukan setiap tindakan yang dapat mengakibatkan keberhasilan suatu operasi militer, namun sekaligus tidak melanggar hukum perang. Asas kepentingan militer ini dalam pelaksanaannya sering pula dijabarkan dengan adanya penerapan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1)       Prinsip Pembatasan (Limitation Principle)

Prinsip pembatasan adalah suatu prinsip yang menghendaki adanya pembatasan terhadap sarana atau alat serta cara atau metode berperang yang dilakukan oleh pihak yang bersengketa, seperti adanya larangan penggunaan racun atau senjata beracun, larangan adanya penggunaan peluru dum-dum, serta larangan menggunakan suatu proyektil yang dapat menyebabkan luka-luka yang berlebihan (superfluous injury) dan penderitaan yang tidak perlu (unnecessary suffering); dan lain-lain.

2)       Prinsip Proporsionalitas (Proportionality Principle)

Prinsip proporsionalitas menyatakan bahwa kerusakan yang akan diderita oleh penduduk sipil atau objek-objek sipil harus proporsional sifatnya dan tidak berlebihan dalam kaitan dengan diperolehnya keuntungan militer yang nyata dan langsung  yang dapat diperkirakan akibat dilakukannya  serangan terhadap sasaran militer. Perlu ditegaskan bahwa maksud proporsional di sini bukan berarti keseimbangan.

Prinsip pembatasan dicantumkan di dalam Pasal 22 Hague Regulations (Lampiran dari Konvensi Den Haag IV, 1907, atau Regulasi Den Haag), yang berbunyi  “the rights of belligerents to adopt means  of injuring the enemy is not unlimited” atau hak dari pemberontak (Belligerents) dalam menggunakan alat untuk melukai musuh adalah tidak tak terbatas, artinya dibatasi oleh aturan-aturan. Adapun batasan-batasan serta penjabaran prinsip proporsionalitas, dicantumkan lebih lanjut secara rinci di dalam Pasal 23 Hague Regulations.

b.       Asas perikemanusiaan (humanity)

Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa diharuskan memperhatikan perikemanusiaan, di mana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu.

c.       Asas Kesatriaan (Chivalry)

Asas ini mengandung arti bahwa di dalam perang, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang tidak terhormat, berbagai macam tipu muslihat dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang.

Penerapan ketiga asas tersebut dilaksanakan secara seimbang, sebagaimana dikatakan oleh Kunz: “Law of war to be accepted and to be applied in practice, must strike the corect balance betwen, on one hand the principle of humanity and chivalry, and on the other hand, military interest.” Yang diartikan: Hukum perang diterima dan diterapkan dalam praktik, harus searah dengan keseimbangan yang benar, antara prinsip kemanusiaan dan kesatriaan di satu sisi, dan kepentingan militer di sisi lain.

Related Posts by Categories



0 komentar:

Posting Komentar