Rabu, 10 Maret 2010

Struktur Perjanjian Internasional

Menurut O’Connel dan juga Starke sebagaimana dikutip oleh Mohd.Burhan Tsani (1990:71) walaupun perjanjian internasional mempunyai nama atau istilah yang bermacam-macam, akan tetapi mengenai strukturnya dapat dikatakan akan selalu mengikuti suatu pola tertentu. Pola struktur perjanjian internasional pada umumnya adalah sebagai berikut :
1. Judul;
2. Preambul;
3. Klausula substantif;
4. Klausula formal;
5. Pembuktian formal;
6. Tanda tangan delegasi.

Selanjutnya dari keenam pola struktur perjanjian internasional di atas dijelaskan oleh Mohd.Burhan Tsani (1990:72-73).
Dalam judul suatu perjanjian internasional pada umumnya tersirat :
1. Nama yang dimaksud bagi perjanjian internasional yang bersangkutan; apakah dengan nama convention, treaty, agreement, final act ataukah nama yang lain;
2. Materi pokok yang diatur dengan perjanjian internasional yang bersangkutan, misalnya : mengenai hukum perjanjian internasional, hubungan diplomatik dan konsuler, penindasan perbuatan melawan hukum terhadap pesawat terbang;
3. Sering pula dimuat nama tempat dilangsungkan atau ditandatanganinya suatu perjanjian internasional.
Preambul adalah bagian pokok perjanjian internasional yang merupakan permulaan pengucapan suatu perjanjian internasional. Hal-hal yang biasa dimuat dalam preambul (pembukaan) adalah :
1. Pembeberan nama para pihak, apakah kepala negara, negara ataukah pemerintah;
2. Tujuan atau maksud ditutupnya suatu perjanjian internasional;
3. Ketetapan hati, dasar atau alasan para pihak untuk ikut serta atau menyelenggarakan perjanjian internasional.
4. Nama-nama dan penandaan (identitas) para utusan yang mempunyai kuasa penuh.
Klausula substantif sering juga disebut dengan istilah “dispositive provisions” (ketentuan yang bersifat mengatur) atau batang tubuh perjanjian internasional. Klausula ini terdiri dari pasal-pasal yang mengatur inti persoalan atau materi pokok perjanjian internasional. Dari pasal-pasal inilah dapat diketemukan hukum internasional positif yang berlaku bagi materi yang bersangkutan. Klausula substantif inilah yang merupakan bagian pokok terpenting perjanjian internasional yang bersangkutan.
Klausula formal sering juga disebut dengan istilah klausula final atau klausula protokoler. Dalam klausula ini dimuat hal-hal yang bersifat teknis, hal-hal pokok yang formal dan masalah-masalah yang berhubungan dengan penerapan dan mulai berlakunya perjanjian internasional yang bersangkutan. Klausula formal ini pada umumnya secara terpisah memuat dan mengatur hal-hal sebagai berikut :
1. tanggal perjanjian;
2. cara penerimaan terhadap perjanjian internasional yang bersangkutan, misalnya dengan penanda-tanganan, aksessi dan sebagainya;
3. terbukanya perjanjian internasional bagi penanda-tanganan;
4. mulai berlakunya perjanjian internasional;
5. jangka waktu berlakunya perjanjian internasional;
6. pernyataan pengakhiran perjanjian internasional yang bersangkuatn oleh para pihak;
7. penerapan perjanjian internasional oleh perundang-undangan nasional;
8. penerapan perjanjian internasional terhadap wilayah dan sebagainya;
9. bahasa yang dipakai dalam draft perjanjian internasional;
10. penyelesaian sengketa;
11. amandemen atau revisi terhadap perjanjian internasional;
12. pendaftaran perjanjian internasional;
13. pemeliharaan instrumen asli perjanjian internasional.
Bagian pokok perjanjian internasional yang berwujud pembuktian formal, merupakan pengakuan atau pembenaran terhadap penanda-tanganan perjanjian internasional. Bagian inilah yang memuat hal-hal yang bersifat testimonium. Selain itu juga dimuat tanggal dan tempat penanda-tanganan perjanjian internasional.
Bagian akhir suatu perjanjian internasional pada umunya memuat tanda-tangan para utusan yang mempunyai “full-powers”. Akan tetapi ada juga perjanjian internasional yang memakai sistem pemuatan tanda-tangan para delegasi pada instrumen yang terpisah dari perjanjian internasional itu sendiri, yaitu dalam final act (Starke, 2000 : 439,440).

Related Posts by Categories



0 komentar:

Posting Komentar