Hukum Pidana Ekonomi merumuskan tindak pidana ekonomi yang diatur dalam UU No 7 Drt 1955 adalah tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 sub 1e, sub 2e dan sub 3e Pasal 1 sub 1e sudah mengalami beberapa kali perubahan. Tindak pidana pasal 1 sub 2e adalah tindak pidana dalam Pasal 26, 32 dan 33 UU No 7 Drt 1955. Sedangkan tindak pidana Pasal 1 sub 3e adalah pelaksanaan suatu ketentuan dalam atau berdasar undang-undang lain, sekedar undang-undang itu menyebutkan pelanggaran itu sebagai pelanggaran tindak pidana ekonomi. Tindak pidana ekonomi dalam UU No 7 Drt 1955 ini lebih bersifat hukum administrasi. Secara teliti pelanggaran terhadap UU No 7 Drtr 1955 disebut sebagai tindak pidana ekonomi oleh karena berupa kejahatan yang meru-gikan keuangan dan perekonomian negara. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 sub 1e, sub 2e dan sub 3e UU No 7 Drt 1955 tindak pidana ekonomi ini terdapat dua kelompok. Pertama tindak pidana yang berasal dari luar UU No 7 Drt 1955, yaitu undang-undang atau staatblad sebagaimana disebutkan dalam Ps 1 sub 1e dan Ps 1 sub 3e. Kedua tindak pidana yang dirumuskan sendiri yaitu Ps 26, Ps 32 dan Ps 33 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 sub 2e.
Tindak pidana berdasarkan Ps 26.
Tindak pidana Ps 26 merupakan pelanggaran karena tidak mengindahkan tuntutan pegawai pengusut (selanjutnya disebut penyidik). Ps 26 merumuskan dengan segaja tidak memenuhi tuntutan pegawai pengusut, berdasarkan suatu aturan dari undang-undang ini.
Bagi penyidik untuk dapat diberlakukan ketentuan Ps 26 harus diketahui dulu bahwa yang disidik itu adalah tindak pidana ekonomi bukan tindak pidana lain. Sebab apabila yang disidik itu bukan tindak pidana ekonomi bagi yang tidak mengindahkan tuntutan penyidik dikenakan ketentuan Ps 216 KUHP. Jadi apabila yang disidik itu adalah tindak pidana ekonomi maka orang yang tidak memenuhi tuntutan penyidik diberlakukan Ps 26. Tuntutan sebagai mana dimaksud dalam Ps 26 adalah :
a.Tuntutan menyerahkan untuk disita semua barang yang dapat digunakan untuk mendapatkan keterangan atau yang dapat dirampas atau dimusnahkan (Ps 18 ayat (1).
b.Tuntutan untuk diperlihatkan segala surat yang dipandang perlu nuntuk dke-tahui penyidik agar penyidik ini dapat melakukan tugas dengan sebaik baik -nya. (Ps 19 ayat (1)
c. Tuntutan untuk membuka bungkusan barang-barang-jika hal itu dipandang perlu oleh penyidik untuk memeriksa barang-barang itu (Ps 22 ayat (1).
Tindak Pidana berdasarkan Pasal 32
Tindak pidana ekonomi yang diatur dalam Ps 32 ini adalah tindak pidana yang berhubungan dengan berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan :
a. pidana tambahan seperti termuat dalam Pasal 7 ayat (1) a,b, atau c;
d. tindakan tatatertib seprti dalam Pasal 8;
e. suatu peraturan seperti terdapat dalam Pasal 10;
f. tindakan tatatertib sementara. Seperti pada Pasal 27 dan 28
g. atau menghindari ketentuan a,b,c atau d tersebut di atas.
Rumusan lengkap Ps 32 sbb:
Barang siapa sengaja berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan hukuman tambahan sebagai tercantum dalam Ps 7 ayat (1) a, b atau c, dengan suatu tindakan tatatertib seperti tercantum dalam Ps 8, dengan suatu peraturan seperti termaksud dalam Ps 10 atau dengan suatu tindakan tatatertib sementara atau menghindari hukuman tambahan, tindakan tatatertib, peratur-an, tindakan tatatertib sementara seperti tersebut di atas.
Menurut pembuat UU yang dimuat dalam penjelasan Ps 32 ini agar dengan mudah dapat dipaksakan kepada tang bersalah untuk memenuhi pidana tambahan dan sebagi- nya, sebab pengusaha yang memnbandel banyak mempunyai alat untuk menghindari diri dari dibebankannya pelbagai pidana tambahan.
Tindak Pidana Ekonomi berdasarkan Pasal 33
Tindak Pidana Ekonomi dalam Pasal 33 ini mirip dengan ketentuian Pasal 32 di atas. Perbedaannya terdapat pada unsur menarik bagian – bagian kekayaan untuk dihindar-kan dari beberapa tagihan atau pelaksanaan hukuman, tindakan tatatertib, atau tindak-an tatatertib sementara, yang dijatuhkan berdasarkan UU No 7Drt 1955.
Rumusan secara lengkap sbb:
Barang siapa dengan sengaja, baik sendiri maupun dengan perataraan orang lain , menarik bagian kekayaan untuk dihindarkan dari tagihan-tagihan atau pelaksanaan suatu hukuman, tindakan tatatertib atau tindakan tatatertib sementara, yang dijatuhkan berdasarkan undang-undang ini.
Ps 33 ini dimaksudkan untuk dapat mengatasi jika orang yang dengan sengaja baik sendiri maupun perantaraan orang lain:
a. menarik bagian kekayaan untuk dihindarkan dari tagihan atau pelaksanaan suatu pidana atau
b. tindakan tatatertib atau tindakan tatatertib sementara yang dijatuhkan kepada-nya berdasarkan UU No 7 drt 1955, karena sering orang mengghindari dari hukuman kekayaan itu.
Berarti untuk dapat dukenakan Pasal 33 hanya terbatas terhacdap :
a. tagihan-tagihan;
b. pelaksanaan suatu tindakan tatatertib;
c. pelaksanaan suatu tindakan tatatertib sementara, yang kesemuanya a,.b,c harus berdasarkan UU No 7 Drt 1955.
Menurut Karni apa yang dimaksudkan dengan menarik bagian tagihan-tagihan dalam Ps 33 adalah mungkin sama dengan mencabut barang dari harta bendanya dalam
Ps 399 KUHP. Ps 399 KUHP merupakan kejahatan yang dilakukan oleh pengurus atau pembantu suatu korporasi yang dinyatakan jatuh pailit yang diperintahkan hakim untuk menyelesaikan urusan perniagaannya, akan tetapi ia mengurangi dengan jalan penipuan terhadap hak penagih. Kegiatan yang dilakukannya :
1. ... menyembunyikan keuntungan atau melarikan suatu barfang dari harta bendanya;
2. memindahkan sesuatu barang baik dengan menerima uang .....
3. menguntungkan salah seorang yang berpiutang padanya dengan jalan apapun juga pada waktu jatuh pailit atau penyelesaian urusan dagang,...
4. tidak mencukupi kewajibannya dalam mencatat segala sesuatu...
Tindak Pidana Ekonomi berdasarkan Ps 1 sub 3e
Pelaksanaan suatu ketentuan dalam atau berdasar undang-undang lain, sekedar undang-undang oirtu menyebut pelanggaran itu sebagai tindak pidana ekonomi.
Tindak pidana yang dimaksud dalam pasal ini hingga tahun 1965 ada tiga undang-undang yang menyatakan pelanggaran terhadap undang-undang itu sebagai tindak pidana ekonomi.
1. UU No 8 Prp tahun 1962 LN No 42 tahun 1962 tentang Perdagangan barang-barang dalam pengawasan.
2. UU No 9 Prp tahun 1962 LN No 43 tahun 1962 tentang Pengendalian harga;
3. UU No 11 tahun 1965 LN No 54 tahun 1965 tentang Pergudangan.
0 komentar:
Posting Komentar