Kamis, 18 Maret 2010

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DALAM PROSES HUKUM

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial. Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak diperlukan dukungan baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai oleh karena itu terhadap anak yang melakukan tindak pidana diperlukan pengadilan anak secara khusus.

Indonesia, sudah memiliki sederet aturan untuk melindungi, mensejahterakan dan memenuhi hak-hak anak. Indonesia telah mengesahkan Undang-undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Seharusnya sudah dapat menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan terhadap perlindungan anak. Indonesia mengesahkan undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Anak yang melakukan tindak pidana menurut defenisi hukum Nasional adalah ” orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. ”Anak Nakal” Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Anak yang melakukan tindak pidana atau dalam praktek sehari-hari di pengadilan disebut sebagai anak yang sedang berhadapan dengan hukum, harus diperlakukan secara manusiawi, didampingi, disediakan sarana dan prasarana khusus, sanksi yang diberikan kepada anak sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik anak, hubungan keluarga tetap dipertahankan artinya anak yang berhadapan dengan hukum kalau bisa tidak ditahan/dipenjarakan kalaupun dipenjarakan/ditahan, ia dimasukkan dalam ruang tahanan khusus anak dan tidak bersama orang dewasa.
Untuk menjamin Perlindungan terhadap anak-anak yang berhadapan dengan hukum ditetapkan sebagai kelompok anak yang membutuhkan ”Perlindungan Khusus”. Menurut Undang-undang Perlindungan Anak pasal 64 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana. Bentuk perlindungan khusus tersebut meliputi :
1) perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;
2) penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini;
3) penyediaan sarana dan prasarana khusus;
4) penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak;
5) pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;
6) pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga
7) perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.
Persoalan hukum tidak hanya menimpa orang-orang dewasa. Anak-anak juga seringkali terbentur dengan persoalan hukum. Dan seperti halnya orang dewasa, anak-anak juga berhak mendapat perlindungan secara hukum. Perlindungan hukum ini tidak hanya diberikan kepada anak yang menjadi korban dalam suatu maasalah hukum, tapi juga kepada anak-anak yang menjadi pelakunya
Berdasarkan penjelasan pasal 10 undang-undang no 14 tahun 1970 peradilan anak itu berada di bawah peradilan umum, yang diatur secara istimewa dan undang-undang pengadilan anak hanyalan masalah acara sidangnya yang berbeda dengan acara siding bagi orang dewasa. Pengadilan anak ada pada badan peradilan umum. (pasal 2 UU No. 3 tahun 1997)
Undang-undang pengadilan anak dalam pasal-pasalnya mengaut beberapa asas yang membedakannya dengan siding pidana untuk orang dewasa. Adapun asas-asas itu adalah sebagai berikut :
1. pembatasan umum (pasal 1 butir 1 jo pasal 4 ayat (1))
Adapun orang yang dapat disidangkan dalam acara pengadilan anak ditentukan secara limitative, yaitu minimum berumur 8 (delapan) tahun dan maksumum 18 (delapan belas tahun) dan belum pernah kawin
2. ruang lingkup masalah di batasi (pasal 1 ayat 2)
masalah yang dapat diperiksa dalam siding pengadilan anak hanyalah terbatas menyangkur perkara anak nakal.
3. Ditangani pejbat khusus (pasal 1 ayat 5, 6, dan 7)
Undang-undang no 3 tahun 1997 menentukan perakra anak nakal harus ditangani oleh pejbat-pejabat khusus seperti :
a. ditigkat penyidikan oleh penyidik anak
b. di tingkat penuntutan oleh penutut umum
c. di pengadilan oleh hakim anak, hakim banding anak, & hakim kasasi anak.
4. Peran pembimbing kemasyarakatan (pasal 1 ayat 11)
Undang-undang pengadilan anak mengakui peranan dari
a. pembimbing kemsyrakatan
b. pekerja social dan
c. pekerja social sukarela
5. Suasana pemeriksaan kekeluargaan
Pemeriksaan perkara di pengadilan dilakkan dalam suasana kekeluargaan. Oleh karena itu hakim, penuntut umum dan penasihat hokum tidak memakai toga.
6. Keharusan splitsing (pasal 7)
Anak tidak boleh diadili bersama dengan orang dewasa baik yang berstatus sipil maupun militer, kalau terjadi anak melakukan tindak pidana bersama orang dewasa, maka si anak diadili dalam siding pengadilan anak, sementara orang dewasa diadilan dalam siding biasa, atau apabila ia berstatus militer di peradilan militer.
7. Acara pemeriksaan tertutup (pasal 8 ayat (1))
Acara pemeriksaan di siding pengadilan anak dilakukan secara tertutup . ini demi kepentingan si anak sendiri. Akan tetapi putusan harus diucapkan dalam siding yang terbuka untuk umum.
8. Diperiksa hakim tunggal (pasal 11, 14, dan 18)
Hakim yang memeriksa perkara anak, baik ditingkat pengadilan negeri, banding atau kasasi dilakukan dengan hakim tunggal.
9. Masa penahanan lebih singkat (pasal 44 -49)
Masa penahanan terhadap anak lebih singkat disbanding masa penahanan menurut KUHAP
10. Hukuman lebih ringan (pasal 22 – 32)
Hukuman yang dijatuhkan terhadap anak nakal lebih ringan daripada ketentuan yang diatur dalam KUHP. Hukuman maksimal untuk anak nakal adalah sepuluh tahun.

Related Posts by Categories



1 komentar:

Haruskah Anak Dipenjara? mengatakan...

Awasi dan benahi...

Posting Komentar