Kamis, 18 Maret 2010

HAK- HAK ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

Indonesia, sudah memiliki sederet aturan untuk melindungi, mensejahterakan dan memenuhi hak-hak anak. Misalnya saja jauh sebelum Ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) tahun 1990 Indonesia telah mengesahkan Undang-undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Seharusnya sudah dapat menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan terhadap perlindungan anak, namun harapan hanya tinggal harapan, kondisi anak-anak di Indonesi masih saja mengalami berbagai masalah. Sampai akhirnya Indonesia meratifikasi Konvensi International Mengenai Hak Anak (Convention on the Raight of the Child), Konvensi yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 ternyata belum mampu mengangkat keterpurukan situasi anak-anak Indonesia. Kemudian setelah Ratifikasi KHA Indonesia mengesahkan undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sepanjang tahun 2000, tercatat dalam statistik kriminal kepolisan terdapat lebih dari 11.344 anak yang disangka sebagai pelaku tindak pidana. Pada bulan Januari hingga Mei 2002, ditemukan 4.325 tahanan anak dirumah tanahan dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia. Lebih menyedihkan, sebagaian besar (84,2 %) anak-anak ini berada di dalam lembaga penahanan dan pemenjaraan untuk orang dewasa dan pemuda. Jumlah anak-anak yang ditahan tersebut, tidak termasuk anak-anak yang ditahan dalam kantor polisi (Polsek, Polres, Polda dan Mabes) pada rentang waktu yang sama, yaitu januari hingga mei 2002, tercatat 9.465 anak-anak yang berstatus sebagai Anak Didik (anak sipil, anak negara, dan anak pidana) tersebar di seluruh rumah tahanan negara dan lembaga pemasyarakatan. Sebagaian besar yaitu 53,3 % berada di rumah tahanaan dan lembaga pemasyarakan untuk orang dewasa dan pemuda.
Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan, karena banyak anak-anak yang harus berhadapan dengan proses peradilan. Keberadaan anak-anak dalam tempat penahanan dan pemenjaraan bersama orang-orang yang lebih dewasa, menempatkan anak pada situasi rawan dan menjadi korban berbagai tindak kekerasan. Oleh karena itu sudah seharusnya sistem peradilan pidana terhadap anak yang berhadapan dengan hukum harus sesuai dengan standar nilai dan perlakuan sejumlah instrumen nasional maupun internasional yang berlaku diantaranya adalah:
A. Instrumen Hukum nasional
1. UUD 45
2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
3. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
4. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
6. Konvensi Menetang Penyiksaan dan Perlakuan dan Penghukuman Lainnya yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia Res PBB No. 39/46 tahun 1948 ) yang di ratifikasi dengan Undang-undang No. 5 tahun 1998 tentang Pengesehan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatmen or Punishment

B. Instrumen Hukum Internasional
1. Deklarasi Universal tentang Hak-hak Azasi Manusia
2. Konvensi Hak Anak tahun 1989
3. Kumpulan hukum prinsip-prinsip untuk perlindungan semua orang yang berada di bawah bentuk penahanan apapun atau pemenjaraan (res. PBB No. 43/173 tahun 1988),
4. Peraturan perserikatan PBB bagi Perlindungan anak yang kehilangan kebebasannya (Res No. 45/113 tahun 1990)

Related Posts by Categories



0 komentar:

Posting Komentar