Kejahatan transnasional pasti melibatkan kepentingan lebih dari satu negara, baik mengenai tempat, pelaku, maupun korbannya. Maka kerjasama antar negara dalam rangka memberantas kejahatan transnasional juga mutlak diperlukan. INTERPOL sebagai sebuah bentuk kerjasama lembaga kepolisian antar negara yang bertujuan mencegah dan memberantas kejahatan transnasional, juga dituntut untuk melakukan kerjasama secara aktif dan terus-menerus, hal ini tertuang dalam INTERPOL Constitution Article 31. Untuk memastikan kerjasama tersebut, negara anggota INTERPOL diharuskan membentuk suatu Biro Pusat Nasional atau National Central Bureau (NCB), yang harus melakukan hubungan dengan departemen atau instansi di negaranya, NCB negara lain, dan Sekretariat Jenderal INTERPOL. Ketentuan ini terdapat dalam INTERPOL Constitution Article 32.
Kerjasama antara NCB negara anggota INTERPOL di atas dapat berupa kerjasama non penegakan hukum dan kerjasama penegakan hukum. Kerjasama non penegakan hukum meliputi :
1. Penyelidikan; berupa permintaan untuk mencari informasi mengenai identitas orang yang bersangkutan, tempat orang tersebut masuk ke negara penyelidik, dokumen-dokumen yang terkait, alamat atau nomor telepon, foto, sidik jari, catatan kriminal, dan status pidana di negara penyelidik.
2. Pertukaran informasi dan intelejen kriminil. Hal ini dilakukan dengan prinsip suka rela, sebagai upaya pencegahan dan peningkatan kewaspadaan terhadap modus operandi baru.
Sedangkan kerjasama yang berupa bantuan penegakan hukum meliputi :
1. Penyidikan; berupa pemeriksaan saksi dan tersangka, pengiriman penyidik ke luar negeri, peminjaman atau penyitaan barang bukti, pemanggilan saksi, dan permintaan dokumen yang terkait.
2. Pencarian dan penangkapan pelaku kejahatan untuk kemudian diekstradisi.
Untuk mendukung pelaksanaan kerjasama tersebut, di samping melaksanakan salah satu fungsi utama INTERPOL yaitu membangun suatu komunikasi antar polisi secara global dengan aman dan efektif, INTERPOL membentuk Interpol Global Communication System I-24/7 (IGCS I-24/7). IGCS I-24/7 dibangun karena semakin luasnya bidang kejahatan internasional, meningkatnya aktifitas kriminal, serta kebutuhan komunikasi antar lembaga kepolisian di dunia. IGCS I-24/7 adalah sebuah akses komunikasi melalui hubungan internet di antara NCB negara-negara anggota INTERPOL, yang memungkinkan pertukaran informasi kriminal penting dan aktifitasnya selama 24 jam. Sehingga NCB ataupun lembaga lain yang berwenang di negara anggota INTERPOL dapat melakukan :
1. Searching (pencarian)
2. Cross searching (pencarian silang)
3. Link secara cepat dan detail ke berbagai jenis kejahatan internasional dan investigasi kejahatan.
Data yang tersedia dapat dicari oleh penegak hukum yang berwenang adalah: nominal data on criminal (data tentang kriminal), suspected terrorist (tersangka pelaku teror), wanted person (buronan), fingerprints (sidik jari), DNA profiles (profil DNA), lost or stolen travel document (dokumen perjalanan yang hilang atau dicuri), stolen motor vehicles (kendaraan yang dicuri), stolen work of art (benda seni yang dicuri), stolen administrative document (dokumen administratif yang dicuri), fraudulent payment card (kartu pembayaran transaksi ilegal), child sexual abuse images (foto pencabul anak di bawah umur).
Saat ini IGCS I-24/7 dapat diakses oleh kepolisian di lapangan atau kewilayahan, international transit point (perbatasan, bandara internasional, pelabuhan laut), instansi penegak hukum lainnya (di Indonesia yang diberi wewenang untuk dapat mengakses adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Badan Intelejen Negara (BIN). Dengan adanya IGCS I-24/7 para pelaku kejahatan akan lebih sulit melarikan diri dengan tujuan negara-negara anggota INTERPOL, karena petugas imigrasi di bandar udara dapat langsung mendeteksi seseorang yang menggunakan passport curian. Petugas di perbatasan dapat juga mendeteksi seseorang yang menggunakan mobil yang dilaporkan dicuri, dan otoritas yang berwenang dapat mencegah lebih dini buronan yang akan masuk ke negaranya melalui laut maupun udara.
Kerjasama antara NCB negara anggota INTERPOL di atas dapat berupa kerjasama non penegakan hukum dan kerjasama penegakan hukum. Kerjasama non penegakan hukum meliputi :
1. Penyelidikan; berupa permintaan untuk mencari informasi mengenai identitas orang yang bersangkutan, tempat orang tersebut masuk ke negara penyelidik, dokumen-dokumen yang terkait, alamat atau nomor telepon, foto, sidik jari, catatan kriminal, dan status pidana di negara penyelidik.
2. Pertukaran informasi dan intelejen kriminil. Hal ini dilakukan dengan prinsip suka rela, sebagai upaya pencegahan dan peningkatan kewaspadaan terhadap modus operandi baru.
Sedangkan kerjasama yang berupa bantuan penegakan hukum meliputi :
1. Penyidikan; berupa pemeriksaan saksi dan tersangka, pengiriman penyidik ke luar negeri, peminjaman atau penyitaan barang bukti, pemanggilan saksi, dan permintaan dokumen yang terkait.
2. Pencarian dan penangkapan pelaku kejahatan untuk kemudian diekstradisi.
Untuk mendukung pelaksanaan kerjasama tersebut, di samping melaksanakan salah satu fungsi utama INTERPOL yaitu membangun suatu komunikasi antar polisi secara global dengan aman dan efektif, INTERPOL membentuk Interpol Global Communication System I-24/7 (IGCS I-24/7). IGCS I-24/7 dibangun karena semakin luasnya bidang kejahatan internasional, meningkatnya aktifitas kriminal, serta kebutuhan komunikasi antar lembaga kepolisian di dunia. IGCS I-24/7 adalah sebuah akses komunikasi melalui hubungan internet di antara NCB negara-negara anggota INTERPOL, yang memungkinkan pertukaran informasi kriminal penting dan aktifitasnya selama 24 jam. Sehingga NCB ataupun lembaga lain yang berwenang di negara anggota INTERPOL dapat melakukan :
1. Searching (pencarian)
2. Cross searching (pencarian silang)
3. Link secara cepat dan detail ke berbagai jenis kejahatan internasional dan investigasi kejahatan.
Data yang tersedia dapat dicari oleh penegak hukum yang berwenang adalah: nominal data on criminal (data tentang kriminal), suspected terrorist (tersangka pelaku teror), wanted person (buronan), fingerprints (sidik jari), DNA profiles (profil DNA), lost or stolen travel document (dokumen perjalanan yang hilang atau dicuri), stolen motor vehicles (kendaraan yang dicuri), stolen work of art (benda seni yang dicuri), stolen administrative document (dokumen administratif yang dicuri), fraudulent payment card (kartu pembayaran transaksi ilegal), child sexual abuse images (foto pencabul anak di bawah umur).
Saat ini IGCS I-24/7 dapat diakses oleh kepolisian di lapangan atau kewilayahan, international transit point (perbatasan, bandara internasional, pelabuhan laut), instansi penegak hukum lainnya (di Indonesia yang diberi wewenang untuk dapat mengakses adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Badan Intelejen Negara (BIN). Dengan adanya IGCS I-24/7 para pelaku kejahatan akan lebih sulit melarikan diri dengan tujuan negara-negara anggota INTERPOL, karena petugas imigrasi di bandar udara dapat langsung mendeteksi seseorang yang menggunakan passport curian. Petugas di perbatasan dapat juga mendeteksi seseorang yang menggunakan mobil yang dilaporkan dicuri, dan otoritas yang berwenang dapat mencegah lebih dini buronan yang akan masuk ke negaranya melalui laut maupun udara.
0 komentar:
Posting Komentar