Pelaksanaan jurisdiksi oleh suatu negara terhadap harta benda, orang, tindakan atau peristiwa yang terjadi di dalam wilayahnya jelas diakui oleh hukum internasional untuk semua negara anggota masyarakat internasional. Prinsip tersebut dikemukakan dengan tepat oleh Lord Macmillan, bahwa, “Adalah suatu ciri pokok dari kedaulatan dalam batas-batas ini, seperti semua negara merdeka yang berdaulat, bahwa negara harus memiliki jurisdiksi terhadap semua orang dan benda di dalam batas-batas teritorialnya dan dalam semua perkara perdata dan pidana yang timbul di dalam batas-batas territorial ini.” Namun, dengan peningkatan komunikasi, lebih canggihnya struktur organisasi atau perusahaan komersial dengan cabang-cabang transnasional, dan timbulnya karakter internasional dari aktifitas-aktifitas kriminal, ada kecenderungan besar ke arah pelaksanaan jurisdiksi atas dasar kriteria lain selain kriteria lokasi teritorial.
Hukum internasional hanya sedikit membatasi atau sama sekali tidak membatasi jurisdiksi yang dapat dijalankan negara tertentu. Hal tersebut tampak dari keputusan Permanent Court of International Justice atas kasus Lotus Case tahun 1927. Tidak ada pembatasan atas pelaksanaan jurisdiksi oleh setiap negara, kecuali jika pembatasan itu dapat diperlihatkan dengan bukti konklusif yang keberadaannya sebagai suatu prinsip hukum internasional. Menurut Mahkamah, negara yang menyatakan bahwa pelaksanaan suatu jurisdiksi tidak sah, berkewajiban untuk memperlihatkan bahwa praktek jurisdiksi oleh suatu negara dilarang oleh hukum internasional. Ada suatu pembatasan praktis atas pelaksanaan jurisdiksi yang luas oleh negara tertentu. Yaitu, “Tidak ada satu negara pun berusaha untuk melaksanakan suatu jurisdiksi terhadap persoalan orang atau benda, di mana negara itu sama sekali tidak tersangkut paut”.
Berdasarkan pengertian jurisdiksi negara di atas, maka dapat dibedakan beberapa macam jurisdiksi negara. Berdasarkan hak, kekuasaan dan kewenangan negara untuk mengatur jurisdiksi negara meliputi:
1. Jurisdiksi legislatif (legislative jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara untuk membuat peraturan perundang-undangan nasional untuk mengatur suatu objek hukum yang ada atau terjadi baik di dalam atau di luar batas-batas wilayahnya.
2. Jurisdiksi eksekutif (executive jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara untuk melaksanakan atau menerapkan hukum atau peraturan perundang-undangan nasionalnya atas suatu objek hukum yang ada atau terjadi baik di dalam atau di luar batas-batas wilayahnya.
3. Jurisdiksi yudikatif (judicative jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara untuk mengadili (memaksakan penerapan hukum atau peraturan perundang-undangan nasionalnya) terhadap pihak yang melakukan peristiwa hukum tersebut di atas yang merupakan pelanggaran atas hukum atau peraturan perundang-undangan nasionalnya.
Setiap negara memiliki jurisdiksi berdasarkan hukum internasional terhadap objek-objek hukum yang mengandung dimensi internasional, seperti orang dan atau badan hukum, benda bergerak dan tidak bergerak, serta peristiwa-peristiwa hukum. Jurisdiksi negara berdasarkan hukum internasional terhadap objek hukumnya meliputi :
1. Jurisdiksi personal (jurisdiction in personal), yaitu jurisdiksi atas orang dan badan hukum. Kemudian jurisdiksi atas orang jika ditinjau dari kewarganegaraannya dapat dibedakan:
a. Jurisdiksi personal berdasarkan azas kewarganegaraan aktif, yaitu jurisdiksi suatu negara yang melekat pada warga negaranya, di manapun ia berada.
b. Jurisdiksi personal berdasarkan azas kewarganegaraan pasif, yaitu jurisdiksi suatu negara terhadap orang yang bukan warga negaranya tetapi merugikan kepentingan atau warga negara, negara tersebut. Jurisdiksi ini juga dikenal dengan prinsip perlindungan (protective principle).
2. Jurisdiksi kebendaan (jurisdiction in rem), yaitu jurisdiksi suatu negara atas benda bergerak.
3. Jurisdiksi kriminal (criminal jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara terhadap peristiwa hukum pidana.
4. Jurisdiksi sipil (civil jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara terhadap peristiwa hukum sipil atau hukum perdata.
Jurisdiksi negara dalam hukum internasional berdasar ruang atau tempat dari objek atau masalah hukumnya meliputi :
1. Jurisdiksi teritorial;
Jurisdiksi teritorial yaitu jurisdiksi suatu negara untuk mengatur, menerapkan dan memaksakan hukum nasionalnya terhadap segala sesuatu yang ada atau terjadi (bisa berupa benda, orang, peristiwa) di dalam batas-batas wilayahnya. Menurut hukum internasional yang termasuk dalam ruang lingkup wilayah negara meliputi, wilayah daratan, tanah di bawah wilayah daratan tersebut yang batasnya ke arah bawah tidak terhingga, wilayah perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di bawah laut pedalaman ataupun di bawah perairan kepulauan (bagi negara kepulauan), ruang udara di atas wilayah daratan dan di atas wilayah perairan.
2. Jurisdiksi quasi-teritorial;
Jurisdiksi quasi teritorial yaitu perluasan atau perpanjangan atas penerapan jurisdiksi teritorial di tempat atau area di luar dan berdekatan dengan batas wilayahnya.
3. Jurisdiksi ekstra-teritorial;
Jurisdiksi ekstra-teritorial adalah penerapan jurisdiksi suatu negara di wilayah yang bukan merupakan wilayah negara. Seperti laut lepas, ruang udara internasional (ruang udara bebas), atau pada wilayah lain yang status yuridisnya sama seperti laut lepas maupun ruang udara internasional, seperti Antartika (kutub selatan) dan Artika (kutub utara).
4. Jurisdiksi universal (universal jurisdiction) atau jurisdiksi atas dasar prinsip universalitas;
Jurisdiksi universal adalah jurisdiksi suatu negara berdasarkan hukum internasional atas suatu peristiwa hukum yang melibatkan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, yang menyangkut kepentingan dan rasa keadilan semua umat manusia.
5. Jurisdiksi eksklusif;
Jurisdiksi eksklusif adalah jurisdiksi suatu negara atas landas kontinen dan zona ekonomi eksklusifnya.
Salah satu bentuk jurisdiksi negara berdasarkan objek yang diaturnya adalah jurisdiksi kriminal. Jurisdiksi kriminal adalah jurisdiksi suatu negara untuk membuat, memberlakukan, melaksanakan dan memaksakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan pidananya, atas suatu peristiwa pidana atau kejahatan yang terjadi di dalam atau di luar batas-batas wilayah negara tersebut. Berdasarkan atas tempat terjadinya suatu peristiwa pidana, berdasarkan kewarganegaraan orang atau subjek hukum yang melakukan kejahatan, berdasarkan kepentingan negara yang harus dilindungi, dan berdasarkan atas pertimbangan nilai-nilai kemanusiaan, maka jurisdiksi kriminal suatu negara dapat dibedakan dalam beberapa macam yaitu :
1. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip teritorial;
Adalah kewenangan suatu negara membuat peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya, dan memberlakukan di dalam wilayahnya, melaksanakan terhadap orang atau badan hukum yang ada di dalam wilayahnya dan mengadilinya di hadapan pengadilan nasionalnya.
2. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip ekstra-teritorial;
Adalah kewenangan suatu negara membuat peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya, memberlakukan, dan melaksanakan terhadap orang atau badan hukum yang ada di wilayah yang bukan merupakan wilayah suatu negara.
3. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip kewarganegaraan aktif;
Adalah memberlakukan peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya bagi warganegara yang berada di luar wilayah negara tersebut. Azas ini didasarkan pada adanya hubungan antara negara dengan warga negaranya yang berada di luar wilayah negaranya.
4. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip kewarganegaraan pasif;
Adalah memberlakukan peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya bagi seseorang yang bukan warga negaranya, yang berada di luar wilayah negara tersebut, dan melakukan perbuatan pidana yang merugikan warga negaranya.
5. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip perlindungan;
Adalah memberlakukan peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya bagi warga negaranya maupun bukan warga negaranya, yang mengancam kepentingan negaranya, yang dilakukan di luar wilayah negara tersebut.
6. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip universal.
Adalah memberlakukan peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya bagi siapapun yang melakukan kejahatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal dan rasa keadilan umat manusia, di manapun, kapanpun kejahatan itu dilakukan, siapapun yang menjadi korbannya.
Hukum internasional hanya sedikit membatasi atau sama sekali tidak membatasi jurisdiksi yang dapat dijalankan negara tertentu. Hal tersebut tampak dari keputusan Permanent Court of International Justice atas kasus Lotus Case tahun 1927. Tidak ada pembatasan atas pelaksanaan jurisdiksi oleh setiap negara, kecuali jika pembatasan itu dapat diperlihatkan dengan bukti konklusif yang keberadaannya sebagai suatu prinsip hukum internasional. Menurut Mahkamah, negara yang menyatakan bahwa pelaksanaan suatu jurisdiksi tidak sah, berkewajiban untuk memperlihatkan bahwa praktek jurisdiksi oleh suatu negara dilarang oleh hukum internasional. Ada suatu pembatasan praktis atas pelaksanaan jurisdiksi yang luas oleh negara tertentu. Yaitu, “Tidak ada satu negara pun berusaha untuk melaksanakan suatu jurisdiksi terhadap persoalan orang atau benda, di mana negara itu sama sekali tidak tersangkut paut”.
Berdasarkan pengertian jurisdiksi negara di atas, maka dapat dibedakan beberapa macam jurisdiksi negara. Berdasarkan hak, kekuasaan dan kewenangan negara untuk mengatur jurisdiksi negara meliputi:
1. Jurisdiksi legislatif (legislative jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara untuk membuat peraturan perundang-undangan nasional untuk mengatur suatu objek hukum yang ada atau terjadi baik di dalam atau di luar batas-batas wilayahnya.
2. Jurisdiksi eksekutif (executive jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara untuk melaksanakan atau menerapkan hukum atau peraturan perundang-undangan nasionalnya atas suatu objek hukum yang ada atau terjadi baik di dalam atau di luar batas-batas wilayahnya.
3. Jurisdiksi yudikatif (judicative jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara untuk mengadili (memaksakan penerapan hukum atau peraturan perundang-undangan nasionalnya) terhadap pihak yang melakukan peristiwa hukum tersebut di atas yang merupakan pelanggaran atas hukum atau peraturan perundang-undangan nasionalnya.
Setiap negara memiliki jurisdiksi berdasarkan hukum internasional terhadap objek-objek hukum yang mengandung dimensi internasional, seperti orang dan atau badan hukum, benda bergerak dan tidak bergerak, serta peristiwa-peristiwa hukum. Jurisdiksi negara berdasarkan hukum internasional terhadap objek hukumnya meliputi :
1. Jurisdiksi personal (jurisdiction in personal), yaitu jurisdiksi atas orang dan badan hukum. Kemudian jurisdiksi atas orang jika ditinjau dari kewarganegaraannya dapat dibedakan:
a. Jurisdiksi personal berdasarkan azas kewarganegaraan aktif, yaitu jurisdiksi suatu negara yang melekat pada warga negaranya, di manapun ia berada.
b. Jurisdiksi personal berdasarkan azas kewarganegaraan pasif, yaitu jurisdiksi suatu negara terhadap orang yang bukan warga negaranya tetapi merugikan kepentingan atau warga negara, negara tersebut. Jurisdiksi ini juga dikenal dengan prinsip perlindungan (protective principle).
2. Jurisdiksi kebendaan (jurisdiction in rem), yaitu jurisdiksi suatu negara atas benda bergerak.
3. Jurisdiksi kriminal (criminal jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara terhadap peristiwa hukum pidana.
4. Jurisdiksi sipil (civil jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara terhadap peristiwa hukum sipil atau hukum perdata.
Jurisdiksi negara dalam hukum internasional berdasar ruang atau tempat dari objek atau masalah hukumnya meliputi :
1. Jurisdiksi teritorial;
Jurisdiksi teritorial yaitu jurisdiksi suatu negara untuk mengatur, menerapkan dan memaksakan hukum nasionalnya terhadap segala sesuatu yang ada atau terjadi (bisa berupa benda, orang, peristiwa) di dalam batas-batas wilayahnya. Menurut hukum internasional yang termasuk dalam ruang lingkup wilayah negara meliputi, wilayah daratan, tanah di bawah wilayah daratan tersebut yang batasnya ke arah bawah tidak terhingga, wilayah perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di bawah laut pedalaman ataupun di bawah perairan kepulauan (bagi negara kepulauan), ruang udara di atas wilayah daratan dan di atas wilayah perairan.
2. Jurisdiksi quasi-teritorial;
Jurisdiksi quasi teritorial yaitu perluasan atau perpanjangan atas penerapan jurisdiksi teritorial di tempat atau area di luar dan berdekatan dengan batas wilayahnya.
3. Jurisdiksi ekstra-teritorial;
Jurisdiksi ekstra-teritorial adalah penerapan jurisdiksi suatu negara di wilayah yang bukan merupakan wilayah negara. Seperti laut lepas, ruang udara internasional (ruang udara bebas), atau pada wilayah lain yang status yuridisnya sama seperti laut lepas maupun ruang udara internasional, seperti Antartika (kutub selatan) dan Artika (kutub utara).
4. Jurisdiksi universal (universal jurisdiction) atau jurisdiksi atas dasar prinsip universalitas;
Jurisdiksi universal adalah jurisdiksi suatu negara berdasarkan hukum internasional atas suatu peristiwa hukum yang melibatkan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, yang menyangkut kepentingan dan rasa keadilan semua umat manusia.
5. Jurisdiksi eksklusif;
Jurisdiksi eksklusif adalah jurisdiksi suatu negara atas landas kontinen dan zona ekonomi eksklusifnya.
Salah satu bentuk jurisdiksi negara berdasarkan objek yang diaturnya adalah jurisdiksi kriminal. Jurisdiksi kriminal adalah jurisdiksi suatu negara untuk membuat, memberlakukan, melaksanakan dan memaksakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan pidananya, atas suatu peristiwa pidana atau kejahatan yang terjadi di dalam atau di luar batas-batas wilayah negara tersebut. Berdasarkan atas tempat terjadinya suatu peristiwa pidana, berdasarkan kewarganegaraan orang atau subjek hukum yang melakukan kejahatan, berdasarkan kepentingan negara yang harus dilindungi, dan berdasarkan atas pertimbangan nilai-nilai kemanusiaan, maka jurisdiksi kriminal suatu negara dapat dibedakan dalam beberapa macam yaitu :
1. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip teritorial;
Adalah kewenangan suatu negara membuat peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya, dan memberlakukan di dalam wilayahnya, melaksanakan terhadap orang atau badan hukum yang ada di dalam wilayahnya dan mengadilinya di hadapan pengadilan nasionalnya.
2. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip ekstra-teritorial;
Adalah kewenangan suatu negara membuat peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya, memberlakukan, dan melaksanakan terhadap orang atau badan hukum yang ada di wilayah yang bukan merupakan wilayah suatu negara.
3. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip kewarganegaraan aktif;
Adalah memberlakukan peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya bagi warganegara yang berada di luar wilayah negara tersebut. Azas ini didasarkan pada adanya hubungan antara negara dengan warga negaranya yang berada di luar wilayah negaranya.
4. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip kewarganegaraan pasif;
Adalah memberlakukan peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya bagi seseorang yang bukan warga negaranya, yang berada di luar wilayah negara tersebut, dan melakukan perbuatan pidana yang merugikan warga negaranya.
5. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip perlindungan;
Adalah memberlakukan peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya bagi warga negaranya maupun bukan warga negaranya, yang mengancam kepentingan negaranya, yang dilakukan di luar wilayah negara tersebut.
6. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip universal.
Adalah memberlakukan peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya bagi siapapun yang melakukan kejahatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal dan rasa keadilan umat manusia, di manapun, kapanpun kejahatan itu dilakukan, siapapun yang menjadi korbannya.
0 komentar:
Posting Komentar