Kamis, 21 Mei 2009

Kedudukan dan peran ICRC dalam hukum humaniter internasional

ICRC berkedudukan sebagai badan yang netral dan mandiri sesuai ketentuan Pasal 5, bagian ketiga Anggaran Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional menetapkan bahwa ICRC dapat berprakarsa dalam hal perikemanusiaan termasuk peranannya sebagai penengah yang netral dan mandiri, serta dapat mempertimbangkan setiap masalah yang perlu diperhatikan institusi semacam ini.


Hak untuk setiap prakarsa terdapat pada sifat ICRC sendiri, kemandiriannya yang menjamin bahwa ICRC tidak dapat dipengaruhi dalam kebijaksanaan oleh golongan apapun dan akan tetap mempertimbangkan masalah kemanusiaan yang perlu di atasi secara objektif, serta kenetralannya yang menjamin bahwa ICRC tidak memihak dalam permusuhan atau dalam kontroversi dan akan mengucapkan penilaian yang tidak akan mendukung salah satu pihak.
Kedudukan ICRC sebagai badan penengah yang netral menjadi semakin penting karena jenis konflik yang berlangsung di masa kini melibatkan semakin banyak pihak yang berlainan, seperti kelompok bersenjata, pemberontak, milisi, dan bersifat semakin komplek sehingga suatu penengah dirasakan sangat perlu. Negara dan badan organisasi lainnya sebenarnya bisa juga menjadi penengah, namun ICRC memiliki beberapa kelebihan dibanding mereka, di samping struktur keuangan ICRC memungkinkan pembiayaan langsung sehingga tidak perlu menunggu bantuan dana dari pihak lain, ICRC juga dapat memperlakukan semua korban tanpa dikriminasi mengesampingkan pertimbangan politis dan lebih berdasarkan prinsip kesamaan dan kenetralannya.
Selain itu ICRC sebagai promotor dan pemelihara hukum humaniter internasional, harus mendorong penghormatan terhadap hukum humaniter internasional tersebut. ICRC melakukan hal itu dengan menyebarluaskan pengetahuan mengenai ketentuan-ketentuan hukum humaniter internasional, karena ketidaktahuan terhadap hukum humaniter internasional merupakan hambatan bagi implementasi hukum humaniter itu sendiri. ICRC mengingatkan negara-negara bahwa mereka telah berjanji untuk menjadikan ketentuan-ketentuan hukum humaniter diketahui. ICRC juga mengambil tindakan sendiri untuk membuat ketentuan-ketentuan hukum humaniter internasional diketahui. ICRC melakukan hal ini terutama melalui pelayanan konsultasi mengenai hukum humaniter, yaitu pelayanan yang memberikan panduan teknis kepada negara-negara dan membantu para pemimpinnya untuk mengadopsi peraturan pelaksanaan pada tingkat nasional.
Peranan ICRC didasarkan pada Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan, dengan dukungan komponen lainnya (Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dan Fedrasi Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah) wewenang dan peranan ICRC menjadi semakin luas.
Peranan Palang Merah Internasional dalam hukum humaniter menurut Konvensi Jenewa 1949 yaitu:
a. Sebagai badan yang netral; Dalam masa perang, perang sipil atau kerusuhan-kerusuhan, Komite Palang Merah Internasional berperan sebagai badan netral dan berusaha untuk menjamin korban-korban, baik sipil maupun militer, akan mendapatkan perlindungan dan pertolongan.
b. Mempunyai hak untuk berprakarsa; Komite Palang Merah Internasional boleh mengambil prakarsa demi kemanusiaan sesuai dengan peranan sebagai badan yang netral dan mandiri.
c. Sebagai pelindung asas-asas; Komite Palang Merah Internasional bertugas menjaga asas-asas Palang Merah dan juga memberikan penghargaan pada Perhimpunan Palang Merah Nasional yang secara resmi menjadi bagian dari Palang Merah Internasional.
d. Sebagai pelaksana Konvensi Jenewa 1949; Komite Palang Merah Internasional bertanggungjawab atas pengembangan hukum perikemanusiaan atau hukum humaniter, atas pemahaman, penyebarluasan, dan mengamalkan tugas-tugas yang terkandung dalam Konvensi Jenewa 1949, serta mengamati pelaksanaannya, dan bila perlu mengembangkannya lebih lanjut.
Peranan Palang Merah Internasional dalam hukum humaniter yang terdapat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Palang Merah Dan Bulan Sabit Merah Internasional, yaitu:
a. Menyebarluaskan dan memelihara prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
b. Memberikan pengakuan terhadap setiap perhimpunan nasional yang baru didirikan atau yang dibentuk kembali yang telah memenuhi syarat untuk diakui dan memberitahukan kepada Perhimpunan-perhimpunan Nasional di seluruh dunia mengenai pengakuan tersebut.
c. Melaksanakan tugas yang dibebankan oleh Konvensi-konvensi Jenewa 1949, bekerja untuk melaksanakan hukum humaniter internasional dalam pertikaian senjata dan memperhatikan keluhan-keluhan berdasarkan dugaan adanya pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional tersebut.
d. Setiap saat berupaya sebagai suatu lembaga netral yang melaksanakan kegiatan kemanusiaan terutama pada saat pertikaian bersenjata internasional maupun pertikaian bersenjata non-internasional, menjamin perlindungan terhadap korban-korban militer dan penduduk sipil dari konflik tersebut dan akibat langsungnya.
e. Menjamin bekerjanya Kantor Pusat Pelacakan (The Central Tracing Agency) yang ditetapkan dalam Konvensi Jenewa.
f. Membantu melatih petugas kesehatan dan menyediakan alat-alat kesehatan, bekerjasama dengan Perhimpunan Nasional, instansi kesehatan militer dan sipil serta pihak lainnya untuk persiapan apabila terjadi konflik bersenjata.
g. Menyebarluaskan dan diseminasi hukum humaniter internasional serta mengadakan persiapan bagi perkembangannya.
h. Menjalankan mandat yang dipercayakan oleh Konferensi Internasional.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa ICRC merupakan guardian of international humanitarian law. ICRC mempunyai tugas dan peran penting dalam hukum humaniter internasional di mana ICRC bertindak sebagai pelaksana dari ketentuan yang berlaku dalam hukum humaniter internasional untuk diterapkan dalam konflik bersenjata. Sehubungan dengan peran ICRC sebagai pelaksana hukum humaniter internasional tersebut di atas, ICRC mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a. The monitoring functions, yaitu ICRC berperan sebagai organisasi yang memantau bagaimana aturan-aturan kemanusiaan harus diterapkan dalam situasi nyata pertikaian bersenjata dan juga menyiapkan diri untuk bisa beradaptasi serta mengembangkan diri ketika dibutuhkan.
b. The catalyst function, yaitu ICRC mempunyai fungsi untuk bisa memberikan dorongan kepada Perhimpunan-perhimpunan Nasional, serta mendiskusikan berbagai permasalahan yang ada dan mencari jalan keluar baik itu berdasarkan ketentuan hukum maupun kebijakan lainnya.
c. The promotion function, yaitu fungsi ICRC untuk bisa menyebarluaskan dan memberikan pengajaran serta mendesak negara-negara untuk membuat peraturan-peraturan yang dibutuhkan.
d. The guardian angel function, yaitu ICRC mempunyai fungsi untuk terus mempertahankan hukum humaniter internasional dan menjaga agar tetap dihormati keberadaannya.
e. The direct action function, yaitu ICRC terlibat langsung dalam memberikan sumbangan nyata dalam penerapan hukum pada saat pertikaian bersenjata.
f. The watchdog function, yaitu ICRC bertindak sebagai organisasi pertama yang peduli akan situasi kemanusiaan apabila terjadi pertikaian bersenjata.

[+/-] NEXT...

Sejarah dan pengertian lambang palang merah internasional

Pengadopsian sebuah tanda pembeda yang tunggal yang dapat memberikan perlindungan bagi dinas medis militer, relawan pekerja pertolongan, dan korban konflik bersenjata merupakan salah satu tujuan utama dari Commitee Five yang pada tanggal 17 Februari 1863 mengadakan pertemuan untuk mempelajari usulan Henry Dunant. Komite inilah yang kemudian menjadi Komite Internasional Palang Merah (ICRC). Tanda pembeda tersebut kemudian disebut sebagai lambang, harus sederhana, mudah dikenali dari jarak jauh, dikenal oleh setiap orang, dan diakui oleh teman maupun musuh.
Konferensi Diplomatik yang diadakan di Jenewa pada tahun 1864 mengadopsi tanda berupa palang merah di atas dasar putih, yang merupakan kebalikan dari bendera Swiss. Namun dalam perang Rusia-Turki tahun 1876-1878, kekaisaran Ottoman menyatakan akan menggunakan tanda berupa bulan sabit merah, bukan palang merah, sebagai lambang dan akan tetap menghormati lambang palang merah yang digunakan oleh pihak musuh. Setelah itu Persia juga menyatakan untuk menggunakan tanda yang lain, yaitu singa dan matahari merah. Kedua lambang ini kemudian diakui oleh Konferensi Diplomatik yang diadakan pada tahun 1929.
Lambang palang merah, bulan sabit merah, dan atau singa dan matahari merah berhak memperoleh penghormatan sepenuhnya berdasarkan hukum internasional, namun kadang-kadang timbul persepsi bahwa lambang tersebut memiliki konotasi budaya, agama, atau politik tertentu. Hal ini dapat membahayakan pemberian perlindungan bagi korban konflik bersenjata, dinas medis militer, dan pekerja kemanusiaan. Selain itu, Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan sabit Merah yang tidak ingin memakai lambang tersebut tidak dapat diakui sebagai anggota penuh Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Ini mempersulit Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional mewujudkan prinsip kesemestaan, yang merupakan salah satu prinsip dasar, serta menciptakan kemungkinan terus munculnya lambang-lambang baru.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diusulkan pemberlakuan sebuah lambang baru yang bisa diterima oleh semua Perhimpunan Nasional dan semua Negara. Gagasan ini sangat didukung oleh Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dan pada tanggal 8 Desember 2005, negara-negara peserta Konvensi-konvensi Jenewa 1949 mengadopsi Protokol Tambahan III tahun 2005, yang menetapkan penggunaan lambang tambahan. Protokol Tambahan III tahun 2005 mengakui sebuah lambang tambahan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bebas dari konotasi agama, budaya, dan politik;
b. memiliki status hukum yang sama seperti palang merah dan bulan sabit merah, serta boleh digunakan dengan cara yang sama juga dengan syarat yang sama;
c. boleh digunakan untuk sementara waktu oleh dinas medis yang diperbantukan pada angkatan bersenjata sebagai penganti lambang dinas medis itu sendiri apabila diperlukan, dalam rangka meningkatkan perlindungan bagi dinas medis tersebut;
d. boleh digunakan dalam keadaan perkecualian atau luar biasa dalam rangka memperlancar ICRC, Federasi Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (Federasi Internasional), dan Perhimpunan-perhimpunan Nasional.

Lambang yang diakui sebagai lambang tambahan dalam Protokol Tambahan III adalah Kristal Merah. Penggunaan lambang Kristal Merah memenuhi beberapa fungsi, yaitu:
a. Tidak menggantikan palang merah atau bulan sabit merah;
b. memperbanyak pilihan lambang;
c. berkontribusi bagi terwujudnya prinsip kesemestaan gerakan;
d. memperkuat nilai perlindungan dari lambang-lambang yang ada;
e. memberikan fleksibelitas yang lebih besar dalam hal penggunaan lambang;
f. mengakhiri pertambahan jenis lambang.

Protokol ini memberikan fleksibelitas yang lebih besar kepada Negara-negara dan Perhimpunan-perhimpunan Nasional yang tidak menggunakan palang merah, bulan sabit merah, atau singa dan matahari merah untuk menjadi anggota penuh Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.

[+/-] NEXT...

Jumat, 08 Mei 2009

Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, Salah Satu Komponen Gerakan

Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah organisasi kemanusiaan yang ada di setiap negara peserta Konvensi Jenewa 1949. Anggaran Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional menetapkan bahwa kedudukan peran setiap Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah sama dan bahwa dalam suatu negara hanya dapat didirikan satu Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah


Setiap Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah mempunyai anggaran dasar sendiri-sendiri, yang kesemuanya mengacu pada anggaran dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dan disesuaikan dengan peran dan tugas lingkup negaranya masing-masing. Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah bertugas menyediakan berbagai pelayanan medis, seperti: bantuan korban bencana, pelayanan sosial dan kesehatan masyarakat, transfusi darah, pembinaan generasi muda, dan diseminasi. Selama perang, jika diperlukan perhimpunan tersebut dapat mendukung pelayanan medis angkatan bersenjata.
Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah diakui oleh ICRC bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
b. Didirikan di sebuah negara merdeka yang telah meratifikasi Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Kondisi Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka dan yang Sakit di Medan Perang.
c. Merupakan satu-satunya Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah di negara yang bersangkutan dan dipimpin oleh sebuah dewan pengurus pusat sebagai satu-satunya pihak yang berwenang mewakilinya dalam berhubungan dengan komponen Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional lainnya.
d. Diakui oleh pemerintah yang sah di negaranya sebagai organisasi pendukung pemerintah di bidang kemanusiaan.
e. Mempunyai status mandiri/otonom yang memungkinkan untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
f. Memakai nama dan lambang Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah sesuai dengan ketentuan Konvensi-konvensi Jenewa 1949.
g. Terorganisasi sedemikina rupa sehingga mampu melaksanakan tugas-tugasnya sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasarnya, baik pada masa perang maupun pada masa damai.
h. Melaksanakan tugasnya di seluruh wilayah Negaranya.
i. Merekrut relawan serta staf tanpa membeda-bedakan mereka berdasarkan ras, jenis kelamin, tingkat sosial, agama, ataupun pandangan politik.
j. Mematuhi Anggaran Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dan bekerja sama dengan semua komponen Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
k. Menghormati prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dan berpedoman pada prinsip-prinsip hukum humaniter internasional dalam melaksanakan tugasnya.



[+/-] NEXT...

Federasi Internasional Perhimpunan Palang merah dan Bulan Sabit Merah

Federasi yang sebelumnya dikenal dengan nama Liga Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah dibentuk pasca Perang Dunia I pada tahun 1919 atas prakarsa Henry Davidson, seorang Ketua Komite Bantuan Perang di Komite Palang Merah Amerika Serikat yang tergugah hatinya menyaksikan bahwa penderitaan akibat perang tersebut menyebar luas seperti epidemi. Prakarsa ini disampaikan oleh Henry Davidson kepada Palang Merah Perancis, Italia, Inggris, dan Jepang yang kesemuannya menyadari betapa perlunya ketersediaan sumber daya yang terkoordinasi untuk memberikan bantuan kemanusiaan di bidang kesehatan masyarakat dan bantuan korban bencana di masa damai.


Markas besar Federasi Internasional Perhimpunan Palang merah dan Bulan Sabit Merah semula berada di Paris, namun sejak tahun 1935 pindah ke Jenewa sampai sekarang. Markas besar Federasi Internasional Perhimpunan Palang merah dan Bulan Sabit Merah dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal, yang dibantu oleh sejumlah staf dari berbagai negara. Keanggotaan Federasi Internasional Perhimpunan Palang merah dan Bulan Sabit Merah sekarang berjumlah 181 Perhimpunan Nasional.
Berdasarkan anggaran dasarnya, Federasi Internasional Perhimpunan Palang merah dan Bulan Sabit Merah berfungsi sebagai badan koordinasi antar Perhimpunan Nasional dan bertugas mempromosikan pembentukan Perhimpunan Nasional yang baru serta pengembangan kapasitas anggotanya. Apabila terjadi bencana alam besar di suatu negara, Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah mengkoordinasikan bantuan dari berbagai Perhimpunan Nasional Palang Merah dalam rangka melaksanakan operasi kemanusiaan bagi para korban. Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah juga mengkoordinasi bantuan kemanusiaan internasional bagi korban konflik yang berada di wilayah pertikaian.


[+/-] NEXT...

ICRC sebagi komponen Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional

ICRC (International Commitee of Red Cross) didirikan pada tahun 1863 sebagai organisasi yang tidak memihak, netral, dan mandiri. ICRC yang berkedudukan di Jenewa memiliki tempat tersendiri yang unik dalam sejarah hukum internasional. ICRC merupakan subjek hukum internasional yang lahir karena sejarah, kemudian kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian internasional dan Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang. ICRC secara umum diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional walaupun dengan ruang lingkup yang terbatas.

Berdasarkan anggaran dasarnya ICRC adalah sebuah organisasi yang misinya semata-mata bersifat kemanusiaan, yaitu melindungi kehidupan dan martabat para korban perang dan korban kekerasan dalam negeri serta memberi mereka bantuan, baik korban yang berasal dari penduduk sipil maupun militer dengan memegang teguh prinsip kenetralan dan kesamaan perlakuan .
Prinsip-prinsip ICRC merupakan prinsip Gerakan Palang Merah Internasional sebagai induk organisasi, yaitu:
a. Prinsip Kemanusiaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional lahir dari keinginan untuk memberikan pertolongan kepada korban yang terluka dalam pertempuran tanpa membeda-bedakan mereka dan untuk mencegah serta mengatasi penderitaan sesama manusia yang terjadi di manapun. Tujuannya ialah melindungi jiwa dan kesehatan serta menjamin penghormatan terhadap umat manusia, menumbuhkan saling pengertian, persahabatan, kerja sama, dan perdamaian abadi di antara sesama manusia.
b. Prinsip Kesamaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional memberi bantuan kepada orang-orang yang menderita tanpa membeda-bedakan mereka berdasarkan kebangsaan, ras, agama, tingkat sosial ataupun pandangan politik. Tujuannya semata-mata adalah untuk mengurangi penderitaan orang per orang sesuai dengan kebutuhannya, dengan mendahulukan keadaan yang paling parah.
c. Prinsip Kenetralan
Agar senantiasa mendapatkan kepercayaan dari semua pihak, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, ras, agama, atau ideologi.
d. Prinsip Kemandirian
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional bersifat mandiri. Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dapat mandiri hanya jika Perhimpunan-perhimpunan Nasional yang merupakan anggotanya juga mandiri. Setiap perhimpunan Nasional, sekalipun merupakan pendukung bagi pemerintah masing-masing di bidang kemanusiaan dan harus menaati peraturan perlindungan yang berlaku di negara masing-masing, harus selalu menjaga otonominya agar dapat bertindak sejalan dengan prinsip prinsip Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
e. Prinsip Kesukarelaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional memberikan bantuannya atas dasar kesukarelaan semata-mata, tanpa unsur keinginan untuk mencari keuntungan apapun.
f. Prinsip Kesatuan
Suatu negara hanya boleh ada satu Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah. Perhimpunan ini harus terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah negara yang bersangkutan.
g. Prinsip Kesemestaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional bersifat semesta, yang berarti hadir di seluruh dunia. Setiap perhimpunan Nasional mempunyai status yang sederajat serta hak dan tanggung jawab yang sama dalam membantu satu sama lain.
Atas dasar prinsip tersebut ICRC melaksanakan tugasnya dalam menangani masalah perikemanusiaan terutama yang diakibatkan oleh sengketa bersenjata.



[+/-] NEXT...

Sejarah International Commitee of Red Cross (ICRC)

Ide pembentukan Palang Merah muncul ketika Henry Dunant, seorang pria Swiss yang sedang melakukan perjalanan bisnis, menyaksikan pertempuran berdarah di Solferino, Italia, pada tahun 1859 antara tentara-tentara dari kekaisaran Austria dan aliansi Franco-Sardinia yang telah menelan korban ribuan tentara yang terluka parah, terlantar, sekarat tanpa adanya pelayanan medis. Kemudian Dunant mengajak penduduk setempat untuk membantu merawat korban tanpa membeda-bedakan mereka. Sekembalinya di Jenewa, Dunant menuliskan yang disaksikannya itu dalam sebuah buku yang berjudul A Memory of Solferino (Kenangan dari Solferino). Dunant mengajukan dua usulan untuk membantu korban perang, yaitu:


1. Perlunya pada masa damai didirikan kelompok relawan setiap negara supaya mereka siap untuk merawat korban pada masa perang;
2. perlunya negara-negara meyepakati pemberian perlindungan bagi para petugas pertolongan dan para korban di medan pertempuran.
Empat warga Jenewa bergabung bersama Dunant untuk mewujudkan ambisi membentuk Gerakan Palang Merah. Keempat orang tersebut adalah: General Dufour, Gustave Moynier, Dr. Appia, dan Dr. Maunoir. Di tahun 1863 mereka membentuk Komite Internasional untuk Penyelamatan Korban Perang (International Commitee for the Relief of the Wounded), yang biasa dikenal dengan Commitee of Five (Komite Lima). Commitee of Five bersama dengan Dunant memprakarsai pembentukan Gerakan Palang Merah. Kerja keras Commitee of Five mendapat tanggapan dari berbagai negara dan kemudian mengadakan pertemuan di Jenewa pada bulan Oktober tahun 1863 untuk mendirikan Perkumpulan Sukarelawan untuk Membantu Korban Perang (relief society to assist the wounded and associations of voluntary relief workers) yang kemudian dikenal dengan Perhimpunan Palang Merah Nasional (National Red Cross Society).
Komite Palang Merah perlu diberikan status netral untuk menjamin keselamatan anggotanya pada saat melakukan tugas penyelamatan korban perang dan tugas-tugas kemanusiaan lainnya. Untuk itu, diperlukan kerja sama antarpemerintah agar konsep netral bagi Palang Merah bisa dilaksanakan dengan efektif. Berdasarkan hal tersebut, Commitee of Five meminta pemerintah Swiss agar mendukung mereka untuk mengadakan Konferensi Diplomatik guna menyusun naskah perjanjian internasional. Pada bulan Agustus tahun 1864 diadakan Konferensi Diplomatik bertempat di Jenewa, Swiss. Konferensi diikuti 12 Negara dan menandatangani Perjanjian Internasional berjudul Geneva Convention of August 22, 1864, for the Amilioration of the Condition of the wounded in Armies in the Field yang berisi 10 Pasal. Konferensi tersebut dikenal dengan Konvensi Jenewa Pertama. Penandatanganan Konvensi Jenewa Pertama merupakan suatu langkah maju dalam sejarah pembentukan Gerakan Internasional Palang Merah.
Gerakan Internasional Palang Merah merupakan fondasi berdirinya Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Gerakan ini terdiri dari Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Perhimpunan-perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang biasa disebut dengan Perhimpunan Nasional, dan Federasi Internasional Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.


[+/-] NEXT...

Rabu, 06 Mei 2009

Kemenangan adalah hasil pasti dari keyakinan dan perjuangan. TETAP SEMANGAT! BERJUANG! OPTIMIS!

Bismillahirrohmanirrohim...

Tak seperti biasanya, ketika menyalakan computer dikamarku jantung berdebar lebih kencang!

Bukan kerena tersengat aliran listrik,,

hati ini berharap2 cemas menuliskan satu persatu huruf alamat web yang aku tuju...

setelah terbuka, satu demi satu pasword dan nomor registrasi aku masukan!

Lengkap!

tombol login aku klik...


dengan membaca Bismillah....

aku dapati..aku belum berhasil...!!!!

Seminggu sebelumnya aku telah mengikuti seleksi penerimaan karyawan di PT. Pelabuhan Indonesia di Ibukota jakarta...

sebenarnya tidak terlalu kecewa, karena itu pengalaman pertamaku ikut tes seleksi karyawan, sekaligus pertama kalinya aku menginjakkan kaki di ibu kota.

aku meyakini, ini bukan sebuah kegagalan, aku, dan teman2 yang juga belum berhasil bukan orang2 yang gagal, keberhasilan hanya selangkah di depan kita, di arah yang lain, di pintu yang lain..

Ini bukan akhir segalanya, hanya awal dAri sebuah perjalanan meraih keberhasilan yang lain!

TETAP SEMANGAT!!!!!!

[+/-] NEXT...

Senin, 04 Mei 2009

Upaya Pengembalian Pelaku Kejahatan Melalui Ekstradisi Dalam Kerjasama INTERPOL

Kejahatan transnasional pasti melibatkan kepentingan lebih dari satu negara, baik mengenai tempat, pelaku, maupun korbannya. Maka kerjasama antar negara dalam rangka memberantas kejahatan transnasional juga mutlak diperlukan. INTERPOL sebagai sebuah bentuk kerjasama lembaga kepolisian antar negara yang bertujuan mencegah dan memberantas kejahatan transnasional, juga dituntut untuk melakukan kerjasama secara aktif dan terus-menerus, hal ini tertuang dalam INTERPOL Constitution Article 31. Untuk memastikan kerjasama tersebut, negara anggota INTERPOL diharuskan membentuk suatu Biro Pusat Nasional atau National Central Bureau (NCB), yang harus melakukan hubungan dengan departemen atau instansi di negaranya, NCB negara lain, dan Sekretariat Jenderal INTERPOL. Ketentuan ini terdapat dalam INTERPOL Constitution Article 32.

Kerjasama antara NCB negara anggota INTERPOL di atas dapat berupa kerjasama non penegakan hukum dan kerjasama penegakan hukum. Kerjasama non penegakan hukum meliputi :
1. Penyelidikan; berupa permintaan untuk mencari informasi mengenai identitas orang yang bersangkutan, tempat orang tersebut masuk ke negara penyelidik, dokumen-dokumen yang terkait, alamat atau nomor telepon, foto, sidik jari, catatan kriminal, dan status pidana di negara penyelidik.
2. Pertukaran informasi dan intelejen kriminil. Hal ini dilakukan dengan prinsip suka rela, sebagai upaya pencegahan dan peningkatan kewaspadaan terhadap modus operandi baru.
Sedangkan kerjasama yang berupa bantuan penegakan hukum meliputi :
1. Penyidikan; berupa pemeriksaan saksi dan tersangka, pengiriman penyidik ke luar negeri, peminjaman atau penyitaan barang bukti, pemanggilan saksi, dan permintaan dokumen yang terkait.
2. Pencarian dan penangkapan pelaku kejahatan untuk kemudian diekstradisi.
Untuk mendukung pelaksanaan kerjasama tersebut, di samping melaksanakan salah satu fungsi utama INTERPOL yaitu membangun suatu komunikasi antar polisi secara global dengan aman dan efektif, INTERPOL membentuk Interpol Global Communication System I-24/7 (IGCS I-24/7). IGCS I-24/7 dibangun karena semakin luasnya bidang kejahatan internasional, meningkatnya aktifitas kriminal, serta kebutuhan komunikasi antar lembaga kepolisian di dunia. IGCS I-24/7 adalah sebuah akses komunikasi melalui hubungan internet di antara NCB negara-negara anggota INTERPOL, yang memungkinkan pertukaran informasi kriminal penting dan aktifitasnya selama 24 jam. Sehingga NCB ataupun lembaga lain yang berwenang di negara anggota INTERPOL dapat melakukan :
1. Searching (pencarian)
2. Cross searching (pencarian silang)
3. Link secara cepat dan detail ke berbagai jenis kejahatan internasional dan investigasi kejahatan.
Data yang tersedia dapat dicari oleh penegak hukum yang berwenang adalah: nominal data on criminal (data tentang kriminal), suspected terrorist (tersangka pelaku teror), wanted person (buronan), fingerprints (sidik jari), DNA profiles (profil DNA), lost or stolen travel document (dokumen perjalanan yang hilang atau dicuri), stolen motor vehicles (kendaraan yang dicuri), stolen work of art (benda seni yang dicuri), stolen administrative document (dokumen administratif yang dicuri), fraudulent payment card (kartu pembayaran transaksi ilegal), child sexual abuse images (foto pencabul anak di bawah umur).
Saat ini IGCS I-24/7 dapat diakses oleh kepolisian di lapangan atau kewilayahan, international transit point (perbatasan, bandara internasional, pelabuhan laut), instansi penegak hukum lainnya (di Indonesia yang diberi wewenang untuk dapat mengakses adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Badan Intelejen Negara (BIN). Dengan adanya IGCS I-24/7 para pelaku kejahatan akan lebih sulit melarikan diri dengan tujuan negara-negara anggota INTERPOL, karena petugas imigrasi di bandar udara dapat langsung mendeteksi seseorang yang menggunakan passport curian. Petugas di perbatasan dapat juga mendeteksi seseorang yang menggunakan mobil yang dilaporkan dicuri, dan otoritas yang berwenang dapat mencegah lebih dini buronan yang akan masuk ke negaranya melalui laut maupun udara.


[+/-] NEXT...

INTERPOL Sebagai Organisasi Internasional

Sarjana hukum internasional pada umumnya tidak merumuskan definisi organisasi internasional secara langsung, namun cenderung memberikan ilustrasi yang substansinya mengarah pada kriteria-kriteria serta elemen-elemen dasar atau minimal yang harus dimiliki oleh suatu entitas yang bernama organisasi internasional. Schemers menyatakan, “There is no universally accepted definition of an international organization. And the possibility of making such a definition depends on the context concerned. Most studies of international organization are limited to international governmental organization, but even after such limition, definition vary.” (Terjemahan bebas: tidak ada definisi yang dapat diterima secara umum dari organisasi internasional. Kemungkinan membuat definisi tersebut tergantung dari konteks yang bersangkutan. Kebanyakan kajian mengenai organisasi internasional terbatas pada organisasi antar pemerintah, tetapi meskipun demikian definisa tetap berfariasi).

Menurut Schemers, “International organization” is used for all rudimentary forms of international government, since whatever government there may be above the level of states, it is performed by international organization.” (Terjemahan bebas: “organisasi internasional” digunakan untuk semua bentuk organisasi internasional yang belum sempurna, sifatnya di atas level negara yang diselenggarakan oleh organisasi internasional).
Menurut Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr, memberikan definisi organisasi internasional secara sederhana, yaitu: “Any cooperative arrangement instituted among states, usually by a basic agreement, to perform some mutually advantageous function implemented through periodic meeting ad staff activities.” (Terjemahan bebas: pengaturan bentuk kerja sama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal balik yang diimplementasikan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala).
Organisasi internasional menurut pengertian sederhana seperti di atas mencakup adanya tiga unsur, yaitu :
1. Keterlibatan negara dalam suatu pola kerja sama;
2. Adanya pertemuan-pertemuan secara berkala;
3. Adanya staf yang bekerja sebagai pegawai sipil internasional (international civil servant).
Menurut Teuku May Rudy, organisasi internasional akan lebih lengkap dan menyeluruh jika didefinisikan sebagai pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah atau antara kelompok non-pemerintah negara yang berbeda.
Berdasar dari pengertian di atas maka suatu organisasi internasional mempunyai unsur:
1. Kerja sama yang ruang lingkupnya melewati batas negara;
2. mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama;
3. baik antar pemerintah maupun non-pemerintah;
4. struktur organisasi yang jelas dan lengkap.
Schemers mengklasifikasikan organisasi internasional yaitu:
1. Organisasi internasional publik (public international organization);
Adalah sebuah organisasi yang didirikan berdasarkan perjanjian antar negara. Syarat pendirian organisasi ini adalah :
a. Harus didirikan berdasarkan perjanjian internasional;
b. Harus memiliki organ;
c. Harus dirikan berdasarkan hukum internasional.
2. Organisasi internasional privat;
Secara akontrario, semua organisasi internasional yang tidak termasuk organisasi internasional publik adalah organisasi privat. Organisasi ini didirikan berdasarkan hukum internasional privat bukan hukum internasional publik, yang dalam hal ini sudah masuk ke dalam jurisdiksi hukum nasional yang membidangi masalah privat dan tunduk pada hukum nasional suatu negara.
3. Organisasi yang berkarakter universal;
Organisasi ini memiliki karakteristik universalitas yang artinya mencakup semua globe (entire globe) presence, kemudian ultimate necessity, yaitu secara pesat organisasi ini menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi dalam level internasional, dan juga memiliki karakteristik heteroginity, yakni organisasi universal dibangun atas dasar perbedaan pandangan politik, perbedaan budaya, serta perbedaan tahap kemajuan (stage of development).
4. Organisasi internasional tertutup;
Organisasi yang tertutup artinya persekutuan tidak akan menerima keanggotaan selain dari komunitasnya secara terbatas. Atau dengan kata lain organisasi ini memiliki keanggotaan yang tertutup.
5. Organisasi antar pemerintah (intergovernmental organization);
Organisasi ini berbeda dengan organisasi internasional publik, organisasi tersebut hanya terbatas pada organ tertentu, yaitu eksekutif. Sedangkan intergovernmental organization diterapkan pada kerja sama antar pemerintah maupun organ-organ pemerintah selain organisasi supranasional.
6. Organisasi supranasional;
Merupakan organisasi kerja sama baik dalam bidang legislasi, yudikasi, dan eksekutif, bahkan sampai pada tingkat warga negara.
7. Organisasi fungsional;
Sering disebut dengan organisasi teknis yang memiliki kekhususan dalam bidang fungsi spesifik dari suatu organisasi, misalnya organisasi pos dunia dan organisasi kesehatan dunia (WHO).
8. Organisasi umum (general organization);
Organisasi ini sering disebut sebagai political organization. Ciri dari organisasi ini adalah vastness of the fields (keluasan bidangnya) yang termanifestasi dalam delegasi-delegasi diplomatik dan delegasi politik untuk tujuan politik.
Menurut A. Leroy Bennett organisasi internasional diklasifikasikan, “Modern international organization may be classified as intergovernmental organization (IGO’s) and non governmental organization (NGO’s).” (Terjemahan bebas: organisasi internasional modern dapat diklasifikasikan sebagai organisasi antarpemerintah dan organisasi non-pemerintah).
Peter Malanczuk mengklasifikasi organisasi internasional sebagai:
1. International Organization ( Inter-Governmental Organization );
The term international organization is usually used to describe an organization set up by agreement between two or more states.
Istilah organisasi internasional selalu dipakai untuk menjelaskan suatu organisasi yang didirikan atas perjanjian antara dua negara atau lebih.
2. Non-Governmental Organization (Private International Organization);
The term non-governmental organization (NGO), used to describe an organization set up by individuals or groups of individuals.
Istilah organisasi non-pemerintah (NGO), dipakai untuk menjelaskan suatu organisasi yang didirikan oleh individu atau kelompok individu.
Syarat pendirian organisasi internasional dapat dikembangkan dari unsur-unsur perjanjian internasional yang terdapat dalam Konvensi Wina 1969 Pasal 2 Ayat 1. Syarat pendirian organisasi internasional dapat dirinci sebagai berikut :
1. Dibuat oleh negara sebagai para pihak (contracting state);
2. berdasarkan perjanjian tertulis dalam satu, dua atau lebih instrument;
3. untuk tujuan tertentu;
4. dilengkapi dengan organ;
5. berdasarkan hukum internasional.
INTERPOL didirikan pada tahun 1923 oleh 20 negara atas inisiatif Dr. Johannes Schober kepala kepolisian Wina, Austria. Organisasi ini pada awalnya bernama International Criminal Police Commission (ICPC) dan berkantor pusat di Wina, Austria. Pada tahun 1956 terjadi perubahan anggaran dasar, dan berganti nama menjadi International Criminal Police Organization (ICPO)-INTERPOL. INTERPOL memiliki anggaran dasar berupa ICPO-INTERPOL Constitution and General Regulations. Tujuan INTERPOL tertuang dalam INTERPOL Constitution, article 2 yaitu :
1. To ensure and promote the widest possible mutual assistance between all criminal police authorities within the limits of the laws existing in the different countries and in the spirit of the 'Universal Declaration of Human Right’s;
(Terjemahan bebas: untuk memastikan dan memajukan kerjasama timbal balik terluas yang mungkin dilakukan antara semua lembaga kepolisian kriminal dengan batas hukum di negara masing-masing yang berbeda dan dijiwai semangat deklarasi universal hak azasi manusia).
2. To establish and develop all institutions likely to contribute effectively to the prevention and suppression of ordinary law crimes.
(Terjemahan bebas: mendirikan serta mengembangkan semua badan yang akan secara efektif dapat membantu dalam pencegahan dan pemberantasan semua kejahatan).
INTERPOL juga dilengkapi dengan organ, yang tertuang dalam INTERPOL Constitution pasal 5, yaitu:
1. General Assembly (Majelis Umum);
2. Executive Committee (Komite Eksekutif);
3. General Secretariat (Sekertaris Jenderal);
4. National Central Bureaus (Biro Pusat Nasional);
5. Advisers (penasehat).
Berdasarkan uraian di atas maka INTERPOL dapat diklasifikasikan sebagai organisasi internasional. Hal ini juga ditetapkan dalam A Headquarters Agreement with France 1972, yaitu persetujuan antara kantor pusat INTERPOL dengan negara di mana kantor pusat itu berada yaitu di Perancis. Persetujuan tersebut menetapkan INTERPOL sebagai sebuah organisasi internasional. Sedangkan PBB menetapkan INTERPOL sebagai intergovernmental organization dan pada tahun 1971.
INTERPOL merupakan suatu organisasi internasional, untuk dapat menjadi subjek hukum internasional suatu organisasi internasional harus menunjukkan dirinya sebagai pribadi internasional (international personality) atau disebut juga memiliki kepribadian hukum internasional (international legal personality).
Menurut Ian Brownlie kriteria mengenai legal personality adalah:
1. Merupakan suatu persekutuan antara negara-negara yang secara permanen, dengan tujuan yang sesuai atau tidak bertentangan dengan hukum dan dilengkapi dengan organ-organnya;
2. Adanya suatu pembedaan dalam kekuasaan hukum dan maksud dan tujuan dari organisasi internasional itu pada satu pihak dengan negara-negara anggotanya pada pihak lain;
3. Adanya suatu kekuasaan hukum yang dapat dilaksanakan organisasi internasional itu, tidak saja dalam hubungannya dengan sistem hukum nasional dari satu atau lebih negara tetapi juga dalam level internasional.


Menurut T. May Rudy, untuk memiliki legal personality maka suatu organisasi internasional harus:
1. Merupakan himpunan (keanggotaan) negara-negara, yang bersifat tetap, serta dilengkapi dengan struktur organisasi yang lengkap. Bukan komite ad-hoc yang berfungsi sementara.
2. Memiliki perbedaan, dalam hal kewenangan hukum dan tujuan organisasi, antar organisasi itu dengan negara anggota.
3. Adanya kewenangan hukum organisasi yang dapat diterima oleh pihak lain serta diterapkan dalam melaksanakan kegiatan pada ruang lingkup nasional salah satu atau masing-masing negara anggotanya. Dengan kata lain, diakui sebagai satuan tersendiri (bukan merupakan sekedar pengelompokan negara) dalam transaksi atau hubungan dengan pihak lain.
Kepribadian hukum atau legal personality dari suatu organisasi internasional, pada hakikatnya menyangkut kelengkapan organisasi internasional tersebut sebagai kapasitas untuk melakukan tindakan hukum, baik dalam kaitannya dengan negara lain maupun dengan negara-negara anggotanya termasuk kesatuan lainnya. Kapasitas tersebut telah diakui dalam hukum internasional dan dikenal sebagai international legal capacity. Pengakuan tersebut tidak saja melihat bahwa organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tetapi juga karena organisasi tersebut harus menjalankan fungsinya secara efektif sesuai dengan mandat yang telah dipercayakan oleh para anggotanya.


[+/-] NEXT...

Azas-azas Ekstradisi

Azas-azas dalam ekstradisi yang harus dipenuhi dan bersifat akumulatif adalah:
1. Azas kejahatan ganda (double criminality principle);
Menurut azas ini, kejahatan yang dijadikan sebagai alasan untuk meminta ekstradisi atas orang yang diminta, haruslah merupakan kejahatan (tindak pidana) baik menurut hukum negara-peminta maupun hukum negara-diminta. Hal ini tidak perlu nama ataupun unsurnya sama, mengingat sistem hukum masing-masing negara yang berbeda-beda. Sudah cukup jika hukum kedua negara sama-sama mengklasifikasikan kejahatan itu sebagai kejahatan atau tindak pidana.


2. Azas kekhususan (principle of speciality);
Apabila orang yang diminta telah diserahkan, negara-peminta hanya boleh mengadili dan atau menghukum orang yang diminta, hanyalah berdasarkan pada kejahatan yang dijadikan alasan untuk meminta ekstradisinya. Jadi dia tidak boleh diadili dan atau dihukum atas kejahatan lain, selain daripada kejahatan yang dijadikan sebagai alasan untuk meminta ekstradisinya.
3. Azas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik (non-extradition of political criminal);
Jika negara-diminta berpendapat, bahwa kejahatan yang dijadikan sebagai alasan untuk meminta ekstradisi oleh negara-peminta tergolong sebagai kejahatan politik, maka negara-diminta harus menolak permintaan tersebut. Karena sulit untuk menentukan kriteria objektif tentang kejahatan politik, maka negara-negara baik dalam perjanjian ataupun dalam perundang-undangan ekstradisinya, menggunakan sistem negatif, yaitu dengan menyatakan secara tegas bahwa kejahatan-kejahatan tertentu dinyatakan bukan sebagai kejahatan politik, atau dinyatakan sebagai kejahatan yang dapat dijadikan alasan meminta maupun mengekstradisikan orang yang diminta (extraditable crime).
4. Azas tidak menyerahkan warga negara (non-extradition of nationals);
Jika orang yang diminta ternyata adalah warga negara dari negara-diminta, maka negara-diminta dapat menolak permintaan dari negara-peminta. Azas ini berlandaskan pada pemikiran, bahwa negara berkewajiban melindungi warga negaranya, dan warga negara memang berhak untuk memperoleh perlindungan dari negaranya. Jika negara-diminta menolak permintaan negara-peminta, negara-diminta berkewajiban untuk mengadili dan atau menghukum warga negaranya tersebut berdasarkan hukum nasionalnya.
5. Azas non bis in idem;
Menurut azas ini, jika kejahatan yang dijadikan alasan untuk meminta ekstradisi atas orang yang diminta, ternyata sudah diadili dan atau dijatuhi hukuman yang telah memiliki kekuatan mengikat yang pasti, maka permintaan negara-peminta harus ditolak oleh negara-diminta.
6. Azas daluwarsa.
Permintaan negara-peminta harus ditolak apabila penuntutan atau pelaksanaan hukuman terhadap kejahatan yang dijadikan sebagai alasan untuk meminta ekstradisi atas orang yang diminta, sudah daluwarsa menurut hukum dari salah satu atau kedua belah pihak.


[+/-] NEXT...

Minggu, 03 Mei 2009

Pidato Lengkap Mahmoud Ahmadinejad Pada Konferensi PBB Mengenai Rasisme



Sejumlah delegasi peserta konferensi PBB mengenai rasisme, walk out setelah Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menyebut Israel sebagai pemerintah rasis. Dia mengatakan, setelah Perang Dunia II, Amerika Serikat dan negara-negara lain membentuk rezim yang kejam, menindas, dan rasis terhadap warga Palestina. Sejumlah diplomat, termasuk delegasi Inggris dan Prancis, meninggalkan ruang konferensi sebagai bentuk protes terhadap pernyataan Ahmadinejad. Namun sebagian delegasi yang tinggal di dalam aula memberi aplaus atas komentar Ahmadinejad.

pidato lengkap ahmadinejad pada konferensi PBB mengenai rasisme sebagai berikut:


Bismillahirrahmanir rahim

Allahumma ‘Ajjil Liwaliyyikal Faraj Wal’Afiah Wannashr. Waj’alna min Khairi Ansharihi wa A’wanini Walmustasyhadina Baina Yadaih

Segala puji dan syukur khusus milik Allah Yang Adil, Pengasih dan Yang Menginginkan Kebaikan Hamba-Nya.

Salam Allah kepada para nabi ilahi mulai dari Nabi Adam hingga Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan pamungkas para nabi Muhammad saw. Mereka semua adalah penyeru monoteisme, persaudaraan, cinta, kehormatan manusia dan keadilan.

Pimpinan sidang,

Sekjen PBB,

Komisi Tinggi HAM,

Ibu dan bapak,

Kita berkumpul di sini guna melanjutkan konferensi anti rasisme Durban dengan membahas kondisi kekinian dan solusi praktis dalam perjuangan suci dan manusiawi ini. Dalam peristiwa di beberapa abad terakhir telah terjadi banyak kezaliman besar terhadap umat manusia. Di abad pertengahan para ilmuwan dihukum mati. Setelah itu masuk masa perbudakan dan pemburuan manusia tak berdosa lalu memisahkan mereka dari keluarganya dengan mengirimkan mereka ke Eropa dan Amerika dalam kondisi sangat buruk bila dibandingkan jutaan manusia lainnya.


Periode kegelapan yang dibarengi oleh penjajahan berbagai daerah disertai penjarahan kekayaan alam dan pembantaian serta mengungsikan dengan paksa warga tak berdosa. Bertahun-tahun lewat bangsa-bangsa bangkit untuk mengusir para penjajah lalu mendirikan pemerintah independen dan nasional dengan nyawa jutaan manusia.

Gila kekuasaan dalam waktu singkat memaksakan dua perang besar di Eropa dan sebagian dari Asia dan Afrika. Perang yang hasilnya mengorbankan ratusan juta nyawa manusia dan hancurnya lahan-lahan tanah-tanah subur. Mereka yang menang dalam perang menganggap dirinya sebagai jagoan dan pemenang dunia sementara bangsa-bangsa lainnya dipandang sebagai pecundang. Mereka lalu membuat undang-undang dan sistem yang zalim, tidak peduli dan bahkan menistakan hak-hak bangsa lain.

Ibu dan bapak,

Pandang Dewan Keamanan PBB sebagai warisan Perang Dunia I dan II. Dengan logika apa mereka mendapatkan keistimewaan dan hak veeto? Nilai-nilai kemanusiaan dan ilahi seperti apa yang bisa menerima logika ini? Dengan keadilan? Dengan persamaan di hadapan hukum? Dengan kehormatan manusia? Atau diskriminasi, ketidakadilan, pelanggaran HAM dan ancaman bagi mayoritas bangsa dan negara di dunia? Ini kondisi dewan tertinggi dan referensi pengambilan keputusan bagi perdamaian dan keamanan dunia! Ketika diskriminasi ada dan sumber hukum tidak lagi keadilan dan kebenaran, tapi arogansi dan kekuatan, bagaimana dapat diharapkan terciptanya keadilan dan perdamaian? Gila kekuasaan dan egoisme sumber rasisme, diskriminasi, agresi dan kezaliman.

Sekalipun kini kebanyakan orang-orang rasis juga ikut-ikutan mengecam rasisme dalam slogan dan ucapan mereka, namun ketika beberapa negara kuat punya hak berdasarkan kepentingannya mengambil keputusan untuk negara-negara lain, mereka dengan mudah menginjak-injak hukum dan nilai-nilai kemanusiaan. Dan hal itu telah dilakukan oleh mereka.

Setelah Perang Dunia II dengan alasan orang-orang Yahudi menjadi korban dalam peristiwa holocaust dan dengan agresi mereka mengungsikan sebuah bangsa dan mereka mengirimkan orang-orang Yahudi dari Eropa, Amerika dan dari berbagai negara di dunia tinggal di daerah itu. Mereka akhirnya mendirikan pemerintah yang mutlak berasaskan rasisme di Palestina pendudukan. Sejatinya, alasan untuk menebus kerugian rasisme di Eropa, mereka mendirikan rasisme paling kejam di tempat lain, yaitu Palestina.

Dewan Keamanan PBB mengakui pemerintah perampok ini dan selama 60 tahun membelanya serta memberikan kesempatan rezim ini untuk melakukan segala bentuk kejahatan. Lebih buruk dari ini, sejumlah negara Barat dan Amerika merasa berkewajiban untuk membela para rasisme pembantai manusia. Ketika manusia yang masih memiliki hati nurani bersih menyaksikan pengeboman dan pembantaian yang terjadi di Gaza dan mengecam aksi tersebut, mereka malah membela para penjahat. Sebelum itu juga mereka memilih diam di hadapan segala terbongkarnya kejahatan yang dilakukan rezim ini dan mendukungnya.

Saudara-saudara yang mulia, ibu dan bapak,

Apa alasan di balik perang terakhir seperti serangan Amerika ke Irak dan pengiriman besar-besaran tentara ke Afganistan? Apa alasannya selain arogansi pemerintah Amerika waktu itu, tekanan para pemodal dan penguasa untuk melebarkan pengaruh dan hegemoni, menjamin kepentingan para produsen senjata, penghancuran sebuah peradaban ribuan tahun, menghancurkan bahaya potensial dan aktual negara-negara regional terhadap Rezim Zionis Israel dan menjarah sumber-sumber energi Irak?

Jujur saja, mengapa ada satu juta orang tewas dan cidera dan jutaan lainnya harus mengungsi? Jujur saja, apakah serangan ke Irak dengan rencana Rezim Zionis Israel dan sekutu mereka di pemerintah Amerika waktu itu yang di satu sisi bersandar pada kekuasaan dan di sisi lainnya bersandar pada para pemilik perusahaan senjata? Apakah dengan mengirimkan pasukan ke Afganistan, perdamaian, keamanan, ketenangan dan kesejahteraan telah kembali di negara ini?

Amerika dan sekutunya tidak mampu bahkan hanya untuk mencegah produksi narkotika. Kehadiran mereka di Afganistan kini malah membuat produksinya meningkat berkali-kali lipat!

Pertanyaan pentingnya adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah Amerika dan sekutunya waktu itu? Apakah mereka menjadi wakil-wakil dunia? Apakah mereka pilihan bangsa-bangsa di dunia? Apakah rakyat di dunia mewakilkan kepada mereka untuk mengintervensi seluruh dunia (tentunya mereka lebih banyak melakukan intervensi di kawasan kami)? Apakah aksi-aksi pendudukan Irak dan Afganistan bukan bukti dari arogansi, rasisme, diskriminasi, penistaan kehormatan dan kemerdekaan bangsa-bangsa?

Ibu dan bapak,

Siapa penanggung jawab ekonomi dunia setelah terjadi krisis ekonomi dunia? Krisis bermula dari mana? Dari Afrika, Asia atau bermula dari Amerika yang kemudian menyebar ke Eropa dan sekutunya!

Cukup lama mereka memaksakan undang-undang dan peraturan tidak adil ekonomi dengan kekuatan politik dalam interaksi politik dan intenasional. Mereka menetapkan sistem moneter dan keuangan tanpa ada pengawasan internasional. Mereka memaksa seluruh negara dan bangsa di dunia untuk tidak ikut campur dalam proses dan pengambilan kebijakan. Mereka bahkan tidak pernah memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk melakukan pengawasan. Dengan meminggirkan moral dalam berbagai hubungan, mereka membuat undang-undang dan peraturan yang menguntungkan sebuah kelompok penguasa dan kaya. Dengan mendefinisikan sendiri pasar bebas dan persaingan, mereka berhasil menjegal kesempatan pihak lain memindahkan masalah yang dimilikinya ke pihak lain.

Kini puncak krisis puluhan ribu miliar hutang dan ribuan miliar defisit anggaran telah kembali kepada mereka sendiri.

Kini untuk memperbaiki kondisi mereka mulai menyuntikkan ratusan miliar tanpa pendukung dari kantong rakyat Amerika sendiri dan dari seluruh dunia kepada bank-bank, perusahaan-perusaha an besar dan pasar moneter yang hampir bangkrut. Dengan cara ini mereka kembali membuat rakyatnya semakin banyak hutan dan masalah menjadi semakin kompleks.

Mereka hanya memikirkan kekuasaannya saja. Bagi mereka masyarakat internasional, bahkan rakyat mereka sendiri tidak bernilai.

Pimpinan sidan, ibu dan bapak,

Akar asli rasisme kembali pada ketidaktahuan akan hakikat manusia sebagai makhluk terpilih dan menyimpang dan jalur kehidupan manusia dan tugas manusia dalam penciptaan. Lalai dari penyembahaan secara sadar kepada Allah dan pemikiran dalam filsafat kehidupan dan jalur kesempurnaan manusia yang berasal dari hasil alami akibat komitmen terhadap nilai-nilai ilahi dan manusiawi. Semua ini menyebabkan tataran cara pandang seorang manusia menjadi turun yang membuatnya hanya memikirkan kepentingan terbatas dan fana sebagai prinsip dalam berlaku. Dengan demikian inti kekuatan yang memiliki sifat setan telah terbentuk. Dengan menghapus kesempatan secara adil bagi pertumbuhan orang lain ia berusaha mengembangkan diri. Sebagaimana dalam bentuk terburuknya berubah menjadi rasisme yang tidak lagi memiliki kekangan dan kini menjadi faktor paling berbahaya yang mengancam perdamaian dunia dan menutup jalan terciptanya kehidapan damai.

Tidak ragu lagi bahwa rasisme harus dinilai sebagai simbol kebodohan dalam sejarah dan tanda-tanda kekolotan di hadapan pertumbuhan manusia umumnya. Dari sini diharapkan kita mencari pengejawantahan rasisme dalam penyebaran kondisi kemiskinan akan ilmu dan ketiadaan pemahaman bagi masyarakat.

Oleh karenanya, solusi asli dalam memerangi fenomena ini adalah menyebarkan pemahaman masyarakat dan memperdalam pemahaman mereka mengenai filsafat keberadaan manusia dan hakikat dunia dengan fokus manusia. Hasilnya adalah kembalinya manusia kepada nilai-nilai spiritual, moral, keutamaan manusia dan kecenderungan kepada Allah. Masyarakat internasional harus dalam sebuah gerakan universal budaya demi menjelaskan lebih luas lagi kepada masyarakat yang terkena penyakit ini dan tentunya mereka terkebelakang. Bila ini dilakukan simbol keburukan dan kekotoran ini bakal tergerus dengan cepat.

Saudara-saudara yang terhormat,

Kini masyarakat internasional menghadapi semacam rasisme yang keburukannya merusak citra manusia di awal mileniuk ketiga dan mempermalukan umat manusia.

Zionisme Internasional simbol mutlak rasisme yang berbohong atas nama agama dan memanfaatkan simpati keagamaan demi menyembunyikan wajah buruknya dari orang-orang yang tidak punya informasi. Namun yang harus diperhatikan dengan serius adalah upaya sebagian kekuatan besar dan pemilik kepentingann luas di dunia dengan memanfaatkan kekuatan ekonomi, pengaruh politik dan media berusaha sekuat tenaga mendukung Rezim Zionis Israel dan mengurangi keburukannya. Di sini sudah bukan masalah kebodohan!

Oleh karenanya, tidak boleh mencukupkan diri dengan aksi-aksi budaya untuk melawan fenomena buruk ini, tapi yang harus dilakukan adalah mengakhiri penyalahgunaan Israel dan para pendukungnya akan lembaga-lembaga internasional sebagai alat politiknya. Dengan menghormati keinginan bangsa-bangsa lain dan memperkuat tekad negara-negara untuk mengikis habis rasisme ini serta berani mengambil langkah memperbaiki hubungan internasional.

Tidak ragu lagi kalian semua tahu ada upaya besar kekuatan-kekuatan dunia untuk menyelewengkan tugas penting ini dalam pertemuan ini.

Patut disayangkan bahwa diplomasi dukungan terhadap Zionis Israel memiliki arti ikut serta secara transparan dalam setiap aksi kejahatan dan ini menambah tanggung jawab wakil-wakil terhormat yang hadir untuk membongkar aksi anti manusia dan segera memperbaiki hubungan dan perilaku. Harus diketahui bahwa mengenyampingkan kapasitas besar dunia seperti konferensi ini merupakan bukti asli membantu berlanjutnya keberadaan rasisme paling buruk. Konsekwensi membela HAM saat ini pertama adalah membela hak bangsa-bangsa untuk bebas dalam mengambil keputusan penting dunia tanpa campur tangan pihak-pihak lain dan kedua, harus melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki struktur dan hubungan internasional.

Mencermati hal ini, konferensi ini menjadi ujian besar dan opini dunia hari ini dan esok akan menilai apa yang kita lakukan.

Pimpinan sidang, ibu dan bapak,

Kondisi dunia dengan cepat tengah mengarah pada perubahan prinsip. Relasi kekuatan tampak sangat rapuh. Suara patahnya tulang punggung kezaliman dunia telah terdengar. Struktur politik dan ekonomi makro tengah menuju kehancurannya. Krisis politik dan keamanan semakin dalam dan krisis ekonomi yang semakin meluas dan tidak ada secercah harapan untuk untuk memperbaikinya. Berbagai dimensi baik kuantitas dan kualitas transformasi di berbagai bidang untuk maju sangat menakjubkan. Saya berkali-kali menekankan agar kembali dari jalur salah dalam mengelola dunia saat ini dan memperingatkan bila terlambat menyikapi masalah ini. Kini dalam konferensi internasional tak ternilai kepada kalian dan setiap pemimpin, pemikir dan kepada semua bangsa di dunia yang haus akan perdamaian, kebebasan, kemajuan dan kesejahteraan saya ingin mengatakan bahwa pengelolaan tidak adil yang menguasai dunia telah berakhir!

Kebuntuan ini tidak dapat dihindarkan karena muncul dari logika pengelolaan yang bersumber dari pemaksaan zalim. Karena logika gerakan dunia merupakan gerakan transenden, punya tujuan, manusia sebagai fokus dan kecenderungan kepada Allah. Gerakan yang akan melawan setiap kebijakan dan program yang tidak memihak kepentingan bangsa-bangsa dunia. Kemenangan kebenaran atas kebatilan dan masa depan cerah manusia berdasarkan sistem dunia yang adil merupakan janji Allah dan para nabi, bahkan harapan seluruh masyarakat dan generasi. Terciptanya masa depan seperti ini merupakan konsekwensi dari kebijaksanaan dalampenciptaan dan menjadi kepercayaan semua hati orang yang percaya kepada Allah dan posisi tak ternilai manusia.

Pembentukan masyarakat dunia praktis memungkinkan terciptanya sistem bersama dunia dan dengan ikutnya para ilmuwan, para pemimpin dan masyarakat dunia untuk ikut serta secara aktif dan adil dalam pengambilan keputusan makro dan prinsip merupakan jalur pasti dari tujuan besar ini. Kini kapasitas keilmuan, teknik, dan teknologiinformasi dan komunikasi mampu membentuk pemahaman bersama dan luas dari masyarakat dunia dan sebagai sarana bagi terciptanya satu sistem bersama. Kini tanggung jawab besar ini berada di pundak para pendidik, ilmuwan dan negarawan seluruh dunia yang percaya akan jalan pasti ini mampu memainkan peran historisnya. Saatnya saya ingin menekankan satu hakikat bahwa Kapitalisme Barat sama dengan Komunisme telah berakhir karena tidak mampu melihat manusia sebagai apa adanya dan berusaha untuk memaksakan jalan dan tujuan yang diciptakan untuk manusia.

Ketimbang memperhatikan nilai-nilai manusia dan ilahi, keadilan,kebebasan cinta dan persaudaraan, malah menjadikan persaingan keras guna meraih kepentingan materi, individu dan kelompok sebagai prinsip hidupnya.

Kini dengan mengambil pelajaran dari masa lalu dan memahami keharusanmengubah jalan dan kondisi saat ini, mari kita semua bertekad untuk berusaha di segala bidang. Sekaitan dengan hal ini dan sebagaipembicaraan terakhir, saya mengajak semua untuk memperhatikan dua poin penting:

1. Perubahan kondisi dunia dan itu pasti bisa dilakukan, namun perludiketahui bahwa hal ini hanya dapat dilakukan dengan kerjasama seluruh negara dan bangsa. Oleh karenananya, harus memanfaatkan seluruh kapasitas yang ada untuk kerjasama internasional. Kehadiran saya dalam konferensi ini sebagai penghormatan atas masalah penting begitu jugamasalah HAM dan pembelaan hak-hak bangsa dalam menghadapi fenomena buruk rasisme bersama kalian para ilmuwan.

2. Mencermati tidak berfungsinya sistem-sistem yang ada dan relasipolitik, ekonomi, keamanan dan budaya internasional perlu melakukan perubahan dalam struktur yang ada dengan memperhatikan nilai-nilai ilahi dan manusiawi, analisa yang benar dan realistis mengenai manusia, berdasarkan keadilan dan memberikan nilai kepada hak semua manusia di seluruh dunia, para hegemoni harus mengakui kesalahan sebelumnya dan mengubah cara berpikir dan berlaku. Sekaitan dengan masalah ini, perubahan segera Dewan Keamanan PBB, menghapus keistimewaan diskriminatif hak veto, perubahan sistem moneter dan keuangan dunia harus segera dijadikan agenda untuk dibicarakan. Jelas, tidak memahami pentingnya perubahan segera sama dengan biaya lebih besar perubahaan itu sendiri.

Saudara-saudara saya yang terhormat,

Ketahuilah, gerakan menuju keadilan dan kemulian manusia bak gerak cepat dalam arus air. Jangan sampai kita melupakan eliksir cinta. Kepastian masa depan cerah bagi manusia merupakan modal besar yang mampu membuat kita semakin mengerti dan berharap untuk berusaha menciptakan dunia yang penuh dengan cinta, nikmat, tidak ada lagi kemiskinan, semua mendapat rahmat Allah dalam kepemimpinan manusia sempurna. Mari kita berusaha untuk memiliki saham dalam masalah penting ini!

Dengan harapan akan hari cerah dan indah!

Kepada pemimpin sidang, Sekjen PBB dan kepada kalian semua yang mendengarkan pidato ini, saya mengucapkan terima kasih banyak.

Semoga sukses dan tetap jaya.


[+/-] NEXT...

Sabtu, 02 Mei 2009

Ekstradisi. Upaya pencarian, penangkapan dan penyerahan pelaku kejahatan.

Pelaku kejahatan selalu berupaya dengan berbagai cara agar terhindar dari tuntutan hukum. Salah satu upaya yang sering dilakukan adalah meninggalkan tempat atau negara di mana kejahatan dilakukan. Yang menjadi masalah adalah jika pelaku kejahatan tersebut melarikan diri atau berada di negara lain. Selain itu, dengan memanfaatkan teknologi yang semakin maju, pelaku kejahatan juga dapat merencanakan dan melakukan suatu kejahatan di suatu negara tanpa datang ke negara tersebut seperti kejahatan internet atau cyber crime. Pada umumnya setiap negara merasakan perlunya kerja sama antar negara dalam upaya pencarian, penangkapan dan penyerahan pelaku kejahatan dan untuk menghindari pertentangan antara jurisdiksi negara yang satu dengan yang lain. Salah satu bentuk kerja sama tersebut adalah ekstradisi.


Ekstradisi dapat diartikan sebagai penyerahan yang dilakukan secara formal baik berdasarkan atas perjanjian ekstradisi yang sudah ada sebelumnya ataupun berdasarkan prinsip timbal balik atau hubungan baik, atas seseorang yang dituduh melakukan kejahatan (tersangka, terdakwa, tertuduh) atau seseorang yang telah dijatuhi hukuman pidana yang telah mempunyai kekuatan mengikat yang pasti (terhukum, terpidana), oleh negara tempatnya berada (negara-diminta) kepada negara yang memiliki jurisdiksi untuk mengadili atau menghukumnya (negara-peminta), atas permintaan dari negara-peminta, dengan tujuan untuk mengadili dan atau pelaksanaan hukumannya.

Menurut undang-undang ekstradisi Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 Pasal 1, ekstradisi diartikan: penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam jurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya.
Menurut J.G Starke istilah ekstradisi menunjuk kepada proses di mana berdasarkan traktat atau atas dasar resiprositas (kepantasan), suatu negara menyerahkan kepada negara lain atas permintaannya, atas seseorang yang dituduh atau dihukum karena melakukan tindak kejahatan yang dilakukan terhadap hukum negara yang mengajukan permintaan. Negara yang meminta ekstradisi memiliki kompetensi untuk mengadili tertuduh pelaku tindak pidana tersebut.
Pertimbangan-pertimbangan rasional yang menentukan hukum dan praktik ekstradisi, yaitu :
1. Kehendak bersama semua negara, untuk menjamin bahwa kejahatan serius tidak akan dibiarkan tanpa penghukuman. Suatu negara yang di wilayahnya berlindung seorang pelaku tindak pidana, seringkali tidak dapat mengadili atau menghukumnya hanya karena kaidah teknis hukum pidana atau karena tidak memiliki jurisdiksi. Untuk menutup celah tersebut maka hukum internasional memberikan dalil “aut punire aut dedere”, yaitu pelaku tindak pidana harus dihukum oleh negara tempatnya mencari perlindungan atau diserahkan kepada negara yang dapat dan menghendaki penghukuman terhadapnya.
2. Negara yang wilayahnya terjadi tindak pidana adalah yang paling mampu mengadili pelaku tindak pidana itu, karena bukti-bukti yang diperluas lebih banyak tersedia di sana, dan bahwa negara tersebut mempunyai kepentingan paling besar untuk menghukum pelaku tindak pidana, serta memiliki fasilitas-fasilitas yang paling banyak untuk memastikan kebenaran. Maka yang paling benar dan paling tepat adalah, kepada negara teritorial itulah pelaku tindak pidana yang mencari perlindungan ke negara lain harus diserahkan.
Melihat proses ekstradisi mulai dari awal sampai dengan dilakukannya penyerahan pelaku kejahatan dari negara-diminta kepada negara-peminta, ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu :
1. Tahap I : Pra Ekstradisi;
2. Tahap II : Proses Ekstradisi;
3. Tahap III: Pelaksanaan Ekstradisi;
Tahap pra ekstradisi adalah langkah awal yang dilakukan sebelum diajukan permintaan ekstradisi dengan mendapatkan informasi mengenai keberadaan pelaku kejahatan yang dicari. Setelah mengetahui keberadaanya, baru diajukan permintaan penangkapan dan penahanan sementara (provisional arrest). Untuk pencarian, penangkapan dan penahanan pelaku kejahatan pada umumnya dilakukan kerjasama melalui INTERPOL, tetapi ada juga negara yang sesuai dengan ketentuan hukum di negaranya, mengharuskan penyampaian permintaan tersebut melalui saluran diplomatik.
Proses ekstradisi dimulai dari adanya permintaan dari negara-peminta yang memiliki jurisdiksi untuk mengadili dan atau menghukum seseorang (orang yang diminta) baik dalam status hukumnya sebagai tersangka, tertuduh, terdakwa, ataupun terhukum, kepada negara-diminta yang merupakan negara tempat orang yang diminta berada atau berlindung. Permintaan tersebut harus melalui saluran diplomatik, misalnya diajukan oleh kepala negara, perdana menteri, atau menteri luar negeri dari negara-peminta, kepada kepala negara, perdana menteri atau menteri luar negeri negara-diminta, baik secara langsung ataupun melalui duta besar masing-masing pihak. Permintaan tersebut harus disertai dengan dokumen-dokumen terkait, seperti, dokumen tentang identitas pribadi orang yang diminta, uraian tentang kejahatan yang dijadikan alasan permintaan penyerahan dengan disertai pasal-pasal dari hukum pidana yang dituduhkan, dan alat-alat bukti yang mendukung yang dianggap relevan. Kemudian negara-diminta akan memutuskan menerima atau menolak ekstradisi berdasarkan hukum nasionalnya. Keputusan tersebut juga harus disampaikan melalui saluran diplomatik.
Pelaksanaan ekstradisi dapat dilakukan setelah ada surat pemberitahuan tentang pengabulan ekstradisi dari negara-diminta. Surat pemberitahuan tersebut harus dilengkapi dengan tempat dan waktu orang yang diminta akan diserahkan oleh negara-diminta kepada negara-peminta. Bersamaan dengan penyerahan orang yang diminta, dapat pula disertai dengan penyerahan barang bergerak miliknya, barang-barang yang digunakan untuk melakukan kejahatan, dan barang-barang yang merupakan hasil dari kejahatannya itu. Secara lebih teknis, masalah penyerahan orang dan barang, harus diatur secara lebih rinci oleh kedua pihak.
Prosedur dan mekanisme ekstradisi tersebut sudah bersifat baku dan sudah diakui sebagai hukum kebiasaan internasional, dengan azas-azas hukumnya yang dijabarkan dalam kaidah-kaidah hukum sehingga kini ekstradisi sudah bersifat mandiri. Dalam praktiknya, meskipun ekstradisi sudah menjadi hukum kebiasaan internasional yang berlaku umum, negara-negara masih membutuhkan pengaturannya secara lebih tegas dan jelas dalam bentuk perjanjian-perjanjian internasional bilateral maupun multilateral.


[+/-] NEXT...

Prinsip dan Macam Jurisdiksi Negara

Pelaksanaan jurisdiksi oleh suatu negara terhadap harta benda, orang, tindakan atau peristiwa yang terjadi di dalam wilayahnya jelas diakui oleh hukum internasional untuk semua negara anggota masyarakat internasional. Prinsip tersebut dikemukakan dengan tepat oleh Lord Macmillan, bahwa, “Adalah suatu ciri pokok dari kedaulatan dalam batas-batas ini, seperti semua negara merdeka yang berdaulat, bahwa negara harus memiliki jurisdiksi terhadap semua orang dan benda di dalam batas-batas teritorialnya dan dalam semua perkara perdata dan pidana yang timbul di dalam batas-batas territorial ini.” Namun, dengan peningkatan komunikasi, lebih canggihnya struktur organisasi atau perusahaan komersial dengan cabang-cabang transnasional, dan timbulnya karakter internasional dari aktifitas-aktifitas kriminal, ada kecenderungan besar ke arah pelaksanaan jurisdiksi atas dasar kriteria lain selain kriteria lokasi teritorial.


Hukum internasional hanya sedikit membatasi atau sama sekali tidak membatasi jurisdiksi yang dapat dijalankan negara tertentu. Hal tersebut tampak dari keputusan Permanent Court of International Justice atas kasus Lotus Case tahun 1927. Tidak ada pembatasan atas pelaksanaan jurisdiksi oleh setiap negara, kecuali jika pembatasan itu dapat diperlihatkan dengan bukti konklusif yang keberadaannya sebagai suatu prinsip hukum internasional. Menurut Mahkamah, negara yang menyatakan bahwa pelaksanaan suatu jurisdiksi tidak sah, berkewajiban untuk memperlihatkan bahwa praktek jurisdiksi oleh suatu negara dilarang oleh hukum internasional. Ada suatu pembatasan praktis atas pelaksanaan jurisdiksi yang luas oleh negara tertentu. Yaitu, “Tidak ada satu negara pun berusaha untuk melaksanakan suatu jurisdiksi terhadap persoalan orang atau benda, di mana negara itu sama sekali tidak tersangkut paut”.
Berdasarkan pengertian jurisdiksi negara di atas, maka dapat dibedakan beberapa macam jurisdiksi negara. Berdasarkan hak, kekuasaan dan kewenangan negara untuk mengatur jurisdiksi negara meliputi:
1. Jurisdiksi legislatif (legislative jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara untuk membuat peraturan perundang-undangan nasional untuk mengatur suatu objek hukum yang ada atau terjadi baik di dalam atau di luar batas-batas wilayahnya.
2. Jurisdiksi eksekutif (executive jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara untuk melaksanakan atau menerapkan hukum atau peraturan perundang-undangan nasionalnya atas suatu objek hukum yang ada atau terjadi baik di dalam atau di luar batas-batas wilayahnya.
3. Jurisdiksi yudikatif (judicative jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara untuk mengadili (memaksakan penerapan hukum atau peraturan perundang-undangan nasionalnya) terhadap pihak yang melakukan peristiwa hukum tersebut di atas yang merupakan pelanggaran atas hukum atau peraturan perundang-undangan nasionalnya.
Setiap negara memiliki jurisdiksi berdasarkan hukum internasional terhadap objek-objek hukum yang mengandung dimensi internasional, seperti orang dan atau badan hukum, benda bergerak dan tidak bergerak, serta peristiwa-peristiwa hukum. Jurisdiksi negara berdasarkan hukum internasional terhadap objek hukumnya meliputi :
1. Jurisdiksi personal (jurisdiction in personal), yaitu jurisdiksi atas orang dan badan hukum. Kemudian jurisdiksi atas orang jika ditinjau dari kewarganegaraannya dapat dibedakan:
a. Jurisdiksi personal berdasarkan azas kewarganegaraan aktif, yaitu jurisdiksi suatu negara yang melekat pada warga negaranya, di manapun ia berada.
b. Jurisdiksi personal berdasarkan azas kewarganegaraan pasif, yaitu jurisdiksi suatu negara terhadap orang yang bukan warga negaranya tetapi merugikan kepentingan atau warga negara, negara tersebut. Jurisdiksi ini juga dikenal dengan prinsip perlindungan (protective principle).
2. Jurisdiksi kebendaan (jurisdiction in rem), yaitu jurisdiksi suatu negara atas benda bergerak.
3. Jurisdiksi kriminal (criminal jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara terhadap peristiwa hukum pidana.
4. Jurisdiksi sipil (civil jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara terhadap peristiwa hukum sipil atau hukum perdata.
Jurisdiksi negara dalam hukum internasional berdasar ruang atau tempat dari objek atau masalah hukumnya meliputi :
1. Jurisdiksi teritorial;
Jurisdiksi teritorial yaitu jurisdiksi suatu negara untuk mengatur, menerapkan dan memaksakan hukum nasionalnya terhadap segala sesuatu yang ada atau terjadi (bisa berupa benda, orang, peristiwa) di dalam batas-batas wilayahnya. Menurut hukum internasional yang termasuk dalam ruang lingkup wilayah negara meliputi, wilayah daratan, tanah di bawah wilayah daratan tersebut yang batasnya ke arah bawah tidak terhingga, wilayah perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di bawah laut pedalaman ataupun di bawah perairan kepulauan (bagi negara kepulauan), ruang udara di atas wilayah daratan dan di atas wilayah perairan.
2. Jurisdiksi quasi-teritorial;
Jurisdiksi quasi teritorial yaitu perluasan atau perpanjangan atas penerapan jurisdiksi teritorial di tempat atau area di luar dan berdekatan dengan batas wilayahnya.
3. Jurisdiksi ekstra-teritorial;
Jurisdiksi ekstra-teritorial adalah penerapan jurisdiksi suatu negara di wilayah yang bukan merupakan wilayah negara. Seperti laut lepas, ruang udara internasional (ruang udara bebas), atau pada wilayah lain yang status yuridisnya sama seperti laut lepas maupun ruang udara internasional, seperti Antartika (kutub selatan) dan Artika (kutub utara).
4. Jurisdiksi universal (universal jurisdiction) atau jurisdiksi atas dasar prinsip universalitas;
Jurisdiksi universal adalah jurisdiksi suatu negara berdasarkan hukum internasional atas suatu peristiwa hukum yang melibatkan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, yang menyangkut kepentingan dan rasa keadilan semua umat manusia.
5. Jurisdiksi eksklusif;
Jurisdiksi eksklusif adalah jurisdiksi suatu negara atas landas kontinen dan zona ekonomi eksklusifnya.
Salah satu bentuk jurisdiksi negara berdasarkan objek yang diaturnya adalah jurisdiksi kriminal. Jurisdiksi kriminal adalah jurisdiksi suatu negara untuk membuat, memberlakukan, melaksanakan dan memaksakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan pidananya, atas suatu peristiwa pidana atau kejahatan yang terjadi di dalam atau di luar batas-batas wilayah negara tersebut. Berdasarkan atas tempat terjadinya suatu peristiwa pidana, berdasarkan kewarganegaraan orang atau subjek hukum yang melakukan kejahatan, berdasarkan kepentingan negara yang harus dilindungi, dan berdasarkan atas pertimbangan nilai-nilai kemanusiaan, maka jurisdiksi kriminal suatu negara dapat dibedakan dalam beberapa macam yaitu :
1. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip teritorial;
Adalah kewenangan suatu negara membuat peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya, dan memberlakukan di dalam wilayahnya, melaksanakan terhadap orang atau badan hukum yang ada di dalam wilayahnya dan mengadilinya di hadapan pengadilan nasionalnya.
2. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip ekstra-teritorial;
Adalah kewenangan suatu negara membuat peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya, memberlakukan, dan melaksanakan terhadap orang atau badan hukum yang ada di wilayah yang bukan merupakan wilayah suatu negara.
3. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip kewarganegaraan aktif;
Adalah memberlakukan peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya bagi warganegara yang berada di luar wilayah negara tersebut. Azas ini didasarkan pada adanya hubungan antara negara dengan warga negaranya yang berada di luar wilayah negaranya.
4. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip kewarganegaraan pasif;
Adalah memberlakukan peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya bagi seseorang yang bukan warga negaranya, yang berada di luar wilayah negara tersebut, dan melakukan perbuatan pidana yang merugikan warga negaranya.
5. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip perlindungan;
Adalah memberlakukan peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya bagi warga negaranya maupun bukan warga negaranya, yang mengancam kepentingan negaranya, yang dilakukan di luar wilayah negara tersebut.
6. Jurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip universal.
Adalah memberlakukan peraturan perundang-undangan pidana nasionalnya bagi siapapun yang melakukan kejahatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal dan rasa keadilan umat manusia, di manapun, kapanpun kejahatan itu dilakukan, siapapun yang menjadi korbannya.


[+/-] NEXT...

Jumat, 01 Mei 2009

cara mendapatkan account rapidshare premium gratis

bagi temen2 yang sering dibikin jengkel ame bang rapid!!! nih dia caranya dapetin hadiah account rapidshare gratis!!! yang premium lho... klik link berikut,,,


 
http://www.rapidforfree.com/index.php?r=7531

register,,,

trus...

ikuti petunjuknya aja...

mudah sekali bo...hehehe...
selamat mencoba Kawan!!!!

[+/-] NEXT...